GIANYAR, BALIPOST.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar sedang mengumpulkan informasi detail terkait perkembangan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan di Kabupaten Gianyar.
Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar sebagai Ketua dalam Tim Koordinasi PAKEM di Wilayah Kabupaten Gianyar melibatkan unsur Polres, Kodim dan Instansi Terkait siap mengawasi atau deteksi dini terkait Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat (PAKEM).
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Gianyar, I Nyoman Triarta Kurniawan, S.H., M.H., Focus Group Discussion (FGD) di Aula Kantor Kejaksaan Negeri Gianyar, Selasa (13/8), mengatakan, peran Tim Koordinasi PAKEM bertujuan mengawasi dan deteksi dini terhadap aliran-aliran kepercayaan dan aliran-aliran keagamaan yang ada di masyarakat yang terindikasi menimbulkan keresahan di masyarakat (aliran sesat) dan membahayakan Negara serta berpotensi menodai agama yang diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar, Agus Wirawan Eko Saputro, S.H., M.H., menyampaikan bahwa negara menjamin kebebasan memeluk agama dan juga melaksanakan peribadatan sesuai dengan kepercayaan yang diyakini oleh masing-masing Masyarakat, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 28 huruf E ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi, Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
Namun, dalam Pasal 28 huruf J ayat (2) UUD 1945 Kemerdekaan tersebut dapat dibatasi oleh Undang-Undang, dengan tujuan melindungi hak orang lain, keamanan dan ketertiban umum.
Asisten Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Bali, Susilo, S.H., menyampaikan bahwa fenomena aliran sesat masih menjadi hal yang ditemui saat ini, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah agama sedang mengalami krisis yang akut sehingga tidak mampu menyediakan oase spritual bagi umat atau umat gagal paham terhadap agamanya.
Ini menjadi kewajiban bersama untuk selalu memantau dan menjaga lingkungan sekitar kita terutama dalam hal adanya potensi perkembangan aliran atau ajaran keagamaan yang bertentangan dengan agama dan kepercayaan yang diakui di Indonesia yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Wirnaya/Balipost)