DENPASAR, BALIPOST.com – Umat Hindu di Bali memang tak bisa lepas dari kegiatan agama yang berlangsung baik di lingkungan pura keluarga, hingga di pura yang disungsung krama.

Desa Adat Cengkilung yang berlokasi paling utara di Kota Denpasar ini pun tak luput dari kegiatan keagamaan. Bahkan dalam setahun bisa 10 kali kegiatan keagamaan berupa piodalan. Artinya hampir setiap bulan krama melaksanakan upacara agama.

Bendesa Adat Cengkilung, Ngakan Made Tapa Yasa didampingi Sekretaris Bendesa Ketut Murdi Wijaya pada Selasa 13 Agustus 2024 mengatakan setidaknya ada lima pura yang diempon oleh krama Desa Cengkilung yaitu Pura Desa, Dalem, Puseh Taman dan Mambeng. Piodalan dilakukan setiap enam bulan sekali sehingga dalam setahun menggelar upacara sebanyak 10 kali.

Baca juga:  Banjar Adat Blungbang Lestarikan Relief di Pura Dalem Penunggekan

Belum lagi hari rambut sedana yang meskipun tidak ada pelinggih, namun ada pratimanya juga perlu dilakukan upacara dan ditambah upacara di Banjar Demung. Dengan kewajiban ini, krama desa pun tidak luput dari pembagian tugas. Agar krama tetap dapat menjalankan aktivitas di rumah maupun bekerja, maka berbagai upaya dilakukan bendesa.

Desa yang hanya terdiri dari satu banjar adat dengan 94 KK ini pun membagi diri dalam tiga tempekan. Masing-masing tempekan bergotong- royong membuat bahan dan alat-alat upakara.

Baca juga:  Desa Adat Bukit Jangkrik Kembangkan Potensi Desa

Ditambah dengan mengoptimalkan potensi ekonomi desa seperti LPD, kontrakan tanah desa, hingga usaha air bersih, turut meringankan beban krama.

Sehingga krama yang dulunya ngaturang ayah di desa dari pagi hingga pukul 15.00 selama lima hari berturut-turut, kini cukup meluangkan waktu setengah hari saja dalam satu hari.

Selain itu, desa juga memiliki serati atau tukang banten yang dulunya hanya terdiri dari 3 orang, kini ada 15 serati. Tujuannya agar dapat meneruskan tradisi sekaligus regenerasi serati di Desa Adat Cengkilung.

Baca juga:  Desa Adat Sobangan Gelar Karya Agung di Pura Puseh Gunung Agung Sanggulan

Upaya tersebut dikatakan sebagai bentuk menyeimbangkan  hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan atau parahyangan dan hubungan harmonis antara manusia dengan manusia atau pawongan.

Dari sisi palemahan, desa juga ditata agar tetap hijau dan asri dengan penanaman pohon pudak, tanaman penghijau di depan rumah krama. Pohon tersebut selain membuat asri juga dapat dijual oleh krama. (Citta Maya/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN