Pengunjuk rasa dari Forum Guru Besar, akademisi, masyarakat sipil, dan aktivis 98 membentangkan spanduk saat berunjuk rasa mengawal putusan Mahkamah Konstitusi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Mereka menolak revisi UU Pilkada oleh DPR yang akan menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan Nomor 70 Tahun 2024 tentang ambang batas pencalonan di Pilkada Serentak 2024. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Massa yang terdiri dari koalisi guru besar, akademisi, mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat, memadati depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pukul 10.13 WIB, Kamis (22/8). Namun, hal itu ditahan oleh petugas kepolisian yang berjaga di sekitar gerbang MK.

Gerbang MK tertutup rapat dan polisi membuat barikade untuk menghalau massa yang meminta masuk ke halaman. “Hari ini kita ingin menegaskan, tidak boleh MK dianulir keputusannya, demokrasi di titik nadir, jangan sampai pimpinan dan DPR memanfaatkan ini semua untuk kepentingan pribadi,” kata Juru Bicara Maklumat Juanda Alif Iman Nurlambang dikutip dari Kantor Berita Antara.

Baca juga:  Operasi Yustisi di Pasar Galiran, Lima Orang Tanpa Masker Didenda Rp 100 Ribu

Massa juga membawa spanduk bertuliskan tentang demokrasi dan mengawal keputusan MK. Lalu, beberapa lainnya juga mengibarkan bendera merah putih. Sebelumnya, polisi mengerahkan 1.273 personel untuk mengamankan aksi beberapa elemen masyarakat di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Gedung MK, hingga depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

“Dalam rangka pengamanan aksi elemen masyarakat di bundaran Patung Kuda Monas dan sekitarnya, kami melibatkan sejumlah 1.273 personel gabungan,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro.

Personel gabungan tersebut dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI dan instansi terkait.

Baca juga:  MK Tolak Gugatan Hukuman Penjara Minimal 2 Tahun bagi Koruptor

Pada Selasa (20/8), MK memutuskan dua putusan krusial terkait tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Namun, pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Baca juga:  Filsafat sebagai Landasan Hukum

Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada itu.

Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.

Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukan hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *