DENPASAR, BALIPOST.com – Wacana moratorium atau penghentian pembangunan vila di Bali, terutama di Bali bagian selatan kembali muncul. Tujuannya untuk mencegah alih fungsi lahan, terutama lahan pertanian di Bali yang semakin menyempit. Dikhawatirkan jika hal ini terus terjadi akan mengancam ketahanan pangan di Bali.
Oleh karena itu, Pj. Gubernur Bali, S.M. Mahendra Jaya telah mengirim surat usulan moratorium ke pemerintah pusat. Dalam usulannya, Pemprov Bali meminta moratorium dilakukan di 4 kabupaten/kota, yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan atau lazim disebut kawasan Sarbagita. Keempat daerah ini memang menjadi pusat pembangunan villa yang sudah masuk ke lahan – lahan produktif.
“Saya sudah bersurat kepada kementerian pusat untuk mempertimbangkan adanya moratorium pembangunan villa di kawasan Sarbagita, karena kami ingin menjaga jangan terjadi alih fungsi lahan, kami ingin Bali yang luar biasa yang indah, yang hijau, modernnya di bawah,” ujar Mahendra, Rabu (4/9).
Mahendra Jaya mengakui pembangunan vila memang sedang menjadi daya tarik investasi di Bali. Baik dari pengusaha lokal maupun penanaman modal asing atau PMA.
Tingginya minat pembangunan villa di Bali didorong oleh sejumlah faktor, mulai dari tingginya minat orang kaya Indonesia dan luar negeri untuk tinggal di Bali. Kemudian adanya golden visa yang ditawarkan kepada orang kaya luar negeri tersebut.
Seperti diketahui, dalam RPJMD Provinsi Bali Tahun 2018-2023, penggunaan lahan di Provinsi Bali didominasi oleh penggunaan lahan bukan sawah. Pada tahun 2018 luas penggunaan lahan bukan sawah mencapai 355.720 Ha atau 63% dari total luas lahan yang ada di Provinsi Bali. Sedangkan, total penggunaan lahan untuk lahan sawah sebesar 70.067 Ha atau 14% dari total luas lahan yang ada di Provinsi Bali. Luas lahan bukan pertanian seluas 131.880 ha atau 27% dari total luas lahan yang ada di Provinsi Bali.
Berdasarkan data BPS Provinsi Bali Tahun 2021, selama kurun waktu 2016 sampai 2018 penggunaan lahan sawah terus berkurang. Tahun 2016 luas lahan sawah sebesar 79.526 Ha terus mengalami penurunan menjadi 76.067 Ha pada tahun 2018. Sedangkan, penggunaan lahan bukan sawah tahun 2016 sebesar 273.965 Ha mengalami peningkatan. Dimana, pada tahun 2018 menjadi 355.720 Ha. Hal yang sama juga terjadi pada lahan bukan pertanian, dimana pada tahun 2016 tercatat seluas 210.175 Ha meningkat menjadi 131.880 Ha.
Sementara itu, berdasarkan data BPS Provinsi Bali pada 1 April 2024, luas panen padi pada 2023 mencapai sekitar 108.514 hektare, mengalami penurunan sebanyak 3.807 hektare atau 3,39 persen dibandingkan luas panen padi di 2022 yang sebesar 112.321 hektare. (Ketut Winata/balipost)