SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Les yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, memiliki tradisi unik dalam kaitan upacara Pitra Yadnya. Sebagai Desa Bali Aga atau Bali Mula, desa satu ini tidak mengenal upacara pengabenan.
Hal ini pun sudah dilakoni warga setempat sejak turun temurun. Salah satu tradisi yang hingga kini masih dijaga yakni mepetuun.
Sisik Gede Desa Adat Les, I Nyoman Puspata menjelaskan Desa Adat Les sejak dulu tidak mengenal yang namanya mengubur jenazah apalagi membakar.
Jenazah yang hendak digotong ke setra itu nantinya akan ditempatkan di suatu tempat khusus selayaknya bangunan gudang berukuran minimalis yang berada di kawasan setra setempat. Tempat khusus itu pun nantinya akan dimiliki oleh satu keluarga.
Bentuknya seperti gudang tertutup, dan suatu saat jika ada sawa baru, maka gudang itu di buka kembali. Di Desa Adat Les tidak mengenal membakar mayat.
Karena asap yang ditimbulkan itu sesuai keyakinan mereka melangkahi sejumlah Pura Suci yang ada.
Ia juga menjelaskan sejumlah upacara akan dilalui oleh warga yang mempunyai sawa.
Tatanan upacara nantinya akan dimulai dengan prosesi nyenuk ke setra, ngetelunin, ngeroras dan upacara 42 hari atau abulan pitung dina. Pada saat upacara 42 hari ini barulah dilaksanakan upacara mapetuun.
Tiga hari sebelum upacara mepetuun nunas tirta di Pura Geriya dan Pura Senguhu. Tirta itu disimpan di rumah. Tiba saatnya upacara persiapan mepetuun barulah tirta itu digunakan.
Di sana jro balian yang akan digunakan oleh keluarga akan nunas raos. Jika meninggalkan akibat sakit, nantinya akan dilukat di rumah masing-masing. Namun apabila nanti meninggalkan akibat salah pati, itu nantinya upacara palukanan jenekan atau adegan akan dilakukan di Balai kulkul.
Setelah proses itu selesai, dilanjutkan dengan Upacara Mamarek di Pura Dalem Suci (Dalem Pingit) bertujuan memohon penyucian kepada Dewa Siwa. Selanjutnya memohon penyucian di Dalem Suan Anyar, dan dilanjutkan dengan Ngalukat ke segara.
Upacara berlanjut dengan Ngalukar Jemekan sebagai simbolis Dewa Pitara di rumah. Ini dilakukan untuk memohon agar Hyang Pitara dapat ngayah kepada Dewa Siwa dan Dewi Durga yang dimohonkan di Pura Dalem Gremet dan Dalem Suci.
Upacara terakhir adalah Nebas. Pelaksanaannya bisa dilakukan satu tahun dari tegak upacara Matuun. Hal ini tergantung kemampuan keluarga yang bersangkutan untuk melaksanakan. Ini adalah prosesi akhir. Itu artinya, jenazah yang sudah diupacarai sudah menjadi Hyang Pitara. (Nyoman Yudha/balipost)