Dari kiri : Perwakilan Regional United Nations Population Fund (UNFPA), Pio Smith, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, dan CEO HelpAge Internasional, Cherian Mathews dalam Asia-Pacific Regional Conference (APRC) on Population Ageing di BNDCC, Nusa Dua, Rabu (11/9). (BP/may)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Pendekatan intergenerasi menjadi upaya dalam mempersiapkan masa depan penduduk lanjut usia (lansia). Sehingga, lansia bisa berperan sebagai subjek pembangunan, bukan sekedar objek. Demikian terungkap dalam Asia-Pacific Regional Conference (APRC) on Population Ageing di BNDCC, Nusa Dua, Rabu (11/9).

Menurut Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, rasio ketergantungan (depedency ratio) Indonesia pada  2045, diproyeksikan sebesar 52,01 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan menanggung 52 orang usia penduduk usia 0-14 dan 65 tahun ke atas pada tahun 2045.

Ia menyebutkan untuk mengantisipasi lonjakan lansia tersebut pemerintah perlu menyiapkan strategi khusus yang komprehensif, mengatur seluruh aspek kehidupan lansia mulai dari kesehatan hingga perekonomian.

Baca juga:  Rumah Roboh Diguyur Hujan, Lansia Nyaris Tertimpa Atap Bangunan

Sebab, penduduk pada kelompok lansia lebih rentan terhadap dampak bencana dan perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan dampak kesehatan yang lebih buruk, peningkatan angka kematian, dan kesenjangan kesehatan yang signifikan bagi kelompok lanjut usia, terutama lanjut usia dengan kondisi ekonomi dan sosial yang sudah rentan sebelumnya.

“Oleh karena itu, program-program kelanjutusiaan dan adaptasi perubahan iklim diperlukan untuk menjadi semakin adaptif dan responsif pada kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Saat ini, lanjutnya, lebih dari 11,75 persen populasi Indonesia adalah lansia. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 19 persen pada 2045. Maka dari itu, pengelolaan penduduk lansia disiapkan sejak dini.

Baca juga:  Jembatan Putus Menuju ke Pura Tunggul Besi Tak Kunjung Diperbaiki

“Pendekatan intergenerasi sangat penting bagi persiapan masa lansia yang sejahtera, jangan tua sebelum kaya,” ungkapnya.

Dijelaskannya, APRC 2024 yang berlangsung dari 11-13 September ini menjadi platform penting untuk saling bertukar pengetahuan dan inovasi kebijakan agar kawasan Asia-Pasifik dapat bersiap menghadapi pergeseran demografi.

APRC 2024 diharapkan dapat menjadi landasan dalam merumuskan kebijakan yang inklusif bagi masyarakat yang semakin menua di Asia-Pasifik.

“Masing-masing dari kita membawa pengalaman berharga dan praktik terbaik dari negara kita masing-masing. Mari kita kembangkan solusi inovatif untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada populasi lansia di Asia-Pasifik,” pungkasnya.

Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP) Armida Salsiah Alisjahbana menekankan
pentingnya kolaborasi dalam menghadapi penuaan penduduk di Asia-Pasifik. “Penuaan penduduk adalah tantangan kolektif yang harus dihadapi bersama. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi semua pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk memastikan lansia dapat hidup sehat dan aman secara ekonomi,” terang Armida.

Baca juga:  RSUD Klungkung Terapkan Layanan Geriatri dan Penyakit Jantung

Senada disampaikan CEO HelpAge Internasional Cherian Mathews. Ia juga menekankan pentingnya mempertemukan berbagai pihak dalam upaya kolaboratif mencari solusi persoalan penuaan penduduk.

Perwakilan Regional United Nations Population Fund (UNFPA), Pio Smith, menegaskan pihaknya mendukung pendekatan berbasis hak untuk menangani penuaan penduduk melalui berbagai kerja sama antar negara-negara di Asia-Pasifik. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN