DENPASAR, BALIPOST.com – Pansus di DPRD Bali mulai melakukan pembahasan terhadap dua ranperda inisiatif dewan yang sudah diajukan dalam Rapat Paripurna, Senin (2/4) lalu. Salah satunya, ranperda tentang atraksi budaya tradisional Bali yang selama ini kerap diidentikkan sebagai ranperda tajen (sabungan ayam). Kendati, dewan sudah habis-habisan membantah bila keberadaan ranperda bukan untuk melindungi judi atau taruhan yang umumnya ada pada tajen.
“Kami tidak menyusun ranperda yang berkaitan dengan persoalan judi. Tapi kami berbicara, membahas, dan mengeluarkan perda yang berkaitan dengan atraksi budaya tradisional Bali,” tegas Ketua Pansus Ranperda Atraksi Budaya Tradisional Bali, I Wayan Gunawan usai melakukan pembahasan dengan tim ahli di Gedung Dewan, Selasa (3/4).
Gunawan menjelaskan, atraksi budaya yang dimaksud dalam ranperda adalah berbagai bentuk pertunjukan karya dan hasil karya seni, adat istiadat/tradisi, tata cara upacara keagamaan yang unik dan menarik bagi siapapun yang menikmati. Termasuk di dalamnya adalah simbol-simbol dalam agama Hindu seperti sabungan ayam. Baik yang disebut tabuh rah, maupun tajen.
“Sepanjang penyelenggaraan tabuh rah, apakah tajen namanya atau sabungan ayam yang berkaitan dengan upacara adat dan agama, itu sudah memenuhi kriteria ruang dan waktu. Itu sudah clear sekali,” jelas Politisi Golkar ini.
Gunawan menambahkan, ada pula kegiatan sabungan ayam (tabuh rah) yang masih terkait dengan kegiatan keagamaan tapi tidak dilaksanakan pada waktu kegiatan upacara keagamaan itu. Misalnya, sabungan ayam untuk menghibur masyarakat selepas “ngayah” dalam upacara keagamaan. Klasifikasi seperti ini yang nantinya akan diposisikan lebih lentur dalam ranperda.
“Ranperda ini mencoba untuk memayungi sebuah tradisi. Tapi kami tidak mentolerir bila ada taruhan atau judi disana. Taruhan bukan urusan kami, karena kami memelihara, melindungi, dan melestarikan tradisi itu. Bukan nilai judinya,” papar Anggota Komisi I ini.
Itu sebabnya, lanjut Gunawan, ranperda tidak mengatur tentang kegiatan sabungan ayam yang berada di luar konteks kegiatan upacara keagamaan. Hal inipun masih akan didiskusikan kembali dengan eksekutif, serta Polda Bali untuk menghasilkan kesepakatan bersama.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Putu Beratha mengatakan, ada dua jenis sabung ayam di Bali yakni tabuh rah dan tajen. Tabuh rah merupakan pelengkap pecaruan dalam upacara agama Hindu. Sedangkan tajen sudah jelas merupakan judi. “Kalau ada taruhan di dalamnya, itu sudah jelas judi. Pasti bertentangan dengan Undang-undang,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Beratha, perlu ada penyamaan persepsi tentang definisi dan ruang lingkup atraksi budaya tradisional Bali. “Setelah itu jelas, baru nanti kita bisa melakukan pendataan,” ujarnya.
Selama ini, lanjut Beratha, pemetaan dan pendataan kebudayaan hanya dilakukan pada 10 objek budaya dalam Undang-undang Pemajuan Kebudayaan. Diantaranya, tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.
Disisi lain, Ranperda Atraksi Budaya sejatinya telah diusulkan sejak 2008, namun pembahasannya terus gagal lantaran selalu diidentikkan sebagai ranperda tajen. Lama terkatung-katung, DPRD Bali akhirnya mantap untuk mengajukan Ranperda tentang Atraksi Budaya Tradisional Bali sebagai ranperda inisiatif dewan tahun ini. (rindra/balipost)