Ighvar Rabbighfirly. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tingkat konsumsi air conditioning (AC) di Indonesia 3,7 sampai 4 juta unit tahun 2024. Angka ini masih relatif kecil bila dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 282 jutaan jiwa menurut data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga semester I-2024.

Kondisi ini, dikatakan salah satu pelaku industri AC, Ighvar Rabbighfirly, disebabkan dukungan pemerintah yang masih rendah. Menurutnya, penetrasi AC di market Indonesia masih sangat kecil yaitu 11-15 persen. Sehingga masih berpotensi jauh lebih berkembang pasar AC di Indonesia.

Disebutkan Ighvar, Rabu (18/9), pelaku industri membutuhkan dukungan pemerintah untuk meningkatkan penetrasi.

Ia menjelaskan penetrasi AC sejalan dengan konsumsi listrik. Misalnya dengan daya listrik 900 VA -1.300 VA, maka penetrasi akan susah berkembang karena AC dengan kapasitas 1 PK dan 1/2 PK, memakan 30 persen dari konsumsi listrik rumah tangga atau sekitar 800 watt untuk AC 1 PK.

Baca juga:  Petani Budidaya Rumput Laut Butuh Akses Permodalan

Product Manager Residential Air Conditioner Midea Electronics Indonesia ini mengatakan peningkatan penetrasi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Pihaknya pun pada Agustus 2024 membuka pabrik di Indonesia karena melihat marketnya besar namun penetrasinya masih sangat rendah.

Ditambahkan, Head of Sales Residential Air Conditioner Midea Electronics Indonesia Agusdin Lung, pabrik tersebut menargetkan produksi 1 juta unit untuk jenis RAC (Residensial AC) untuk pasar dalam negeri dalam setahun.

Baca juga:  ABG Terlibat Pencurian Senilai Rp 150 Juta

Selain itu juga mendukung program pemerintah RI meningkatkan komponen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Tahun ini TKDN dalam produknya ditargetkan sesuai aturan pemerintah, minimal 40 persen.

Menurutnya, masih ada komponen AC yang belum bisa dipenuhi di dalam negeri sehingga masih ada tantangan dalam memenuhi aturan TKDN.

“Di semua brand, refrigerant (freon) belum bisa diproduksi di dalam negeri. Jadi yang bisa diproduksi di dalam negeri seperti baja, tembaga sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri, sayangnya belum maksimal. Raw materialnya sebenarnya ada tapi kebanyakan diekspor dalam bentuk raw material, dan balik lagi menjadi barang setengah jadi. Jadi kita ikut mendukung pemerintah bahwa pabrik kita nanti akan mencari local resource,” tuturnya.

Baca juga:  Alokasi SBSN Proyek Terbesar dari Kementerian PUPR dan Kemenhub

Selain itu dengan teknologi terbaru, produsen AC juga berupaya menciptakan produk ramah lingkungan dan ramah ozon. Ditandai dengan diberinya stiker bintang pada setiap produk.

Pemerintah saat ini menerapkan aturan, AC berstiker bintang satu tidak boleh beredar di pasaran. Maka dari itu, produk yang dimiliki minimal berstiker 2, 3 , 4, dan 5.

“Semakin banyak bintangnya, semakin irit,” ucapnya.(Citta Maya/balipost)

BAGIKAN