DENPASAR, BALIPOST.com – Program pendidikan atau sekolah gratis dari SD hingga SMA/SMK negeri dan swasta yang dilontarkan para paslon di kampanye Pilkada 2024 di Bali dinilai sangat tak realistis sehingga sulit diterapkan secara murni.
Sebaiknya pendidikan gratis jangan lagi dijadikan jargon politik karena awalnya menyenangkan tapi akhirnya mengecewakan
Program sekolah gratis itu dikritisi pengamat dan pelaku pendidikan pada acara Dialog Merah Putih Bali Era Baru, di Warung Bali Coffee Jalan Veteran No. 63 Denpasar, Rabu (9/10).
Dewan Kehormatan Guru Denpasar, Drs I Ketut Suyastra, M.Pd mengatakan istilah gratis ini patut dipertanyakan makanya perlu dikaji lebih mendalam.
Sebab, program ini pernah dikaji di era Gubernur Mangku Pastika, namun tak bisa diterapkan. Apalagi akan menyedot setengah lebih APBD Bali.
Suyastra yang juga mantan Kepala SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 8 Denpasar ini menyadari pemilih di Pilkada sebagian besar kalangan milenial. Makanya program ini jangan diobral tanpa kajian.
Wakil Ketua PGRI Bali, Mercy Victoria Gigir, sependapat pendidikan gratis yang dimaksud harus didetilkan.
Dia menilai sekolah gratis tak berkeadilan karena siswa yang dari ekonomi mampu juga dibantu. Makanya dia melihat program ini sangat sulit direalisasikan.
Sementara itu Dekan FKIP Dwijendra University Denpasar, I Wayan Aryawan sepakat pemilih jangan dulu menelan mentah mentah program sekolah gratis.
Dia melihat perlu digarisbawahi sekolah gratis itu sejauh mana sehingga tak sampai menipu masyarakat.
Para pelaku pendidikan menilai jika benar sumber dananya mampu membantu semua siswa di Bali, program ini patut didukung. Ada nilai positifnya yakni tak ada lagi dikotomi sekolah negeri dan swasta. (Sueca/balipost)