Tiga orang panelis yakni Prof I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa (kiri), Prof I Wayan Suarna (tengah), dan I Wayan Tresna Suwardiana saat Uji Publik Pilkada 2024 di Auditorium Widya Sabha Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran, Badung. (BP/eka)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Bali dihadapkan sejumlah permasalahan serius. Para calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali ditantang untuk memberi solusi dan menjalankan rencana aksi pemerintahan secara terukur.

Uji Publik Universitas Udayana terhadap para Paslon memitigasi sejumlah permasalahan serius terkait lingkungan, ekonomi, pariwisata termasuk daya saing SDM Bali.

Uji Publik Universitas Udayana ini layak diapresiasi sebagai bentuk pendidikan politik untuk cerdas memilih pemimpin. Civitas kampus dengan identitas keilmiahannya menyodorkan permasalahan serius Bali didasari atas resikonya bagi Bali.

Setidaknya menurut Ketua Divisi Riset Forum Guru Besar Unud, Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S., lahan pertanian di Bali, baik lahan produktif maupun tidak produktif setiap tahunnya mengalami penyusutan yang deras. Kedua tipe lahan ini harus dilindungi. Karena lahan yang tidak produktif berperan dalam penutupan vegetasi dan penyangga kehidupan di Bali, Apalagi, hutan di Bali tinggal 23 persen.

Prof. Suarna menegaskan jika alih fungsi lahan ini terus berlanjut tanpa adanya regulasi yang ketat dan kebijakan perlindungan lahan pertanian, bukan tidak mungkin Bali akan menghadapi krisis beras di masa depan dan terpaksa mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal.

Panelis Uji Publik Pilkada Bali 2024 lainnya, Prof. Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si., menyoroti fenomena TKA (tenaga kerja asing) ilegal di Bali yang semakin marak, dikatakan keberadaan mereka menjadi ancaman serius bagi Bali, khususnya bagi pendudukan lokal. Sebab, TKA lebih menguasai teknologi yang bersertifikat dan memiliki jejaring dengan temannya dari negara asalnya. Diungkapkan, maraknya TKA ilegal di Bali karena pada umumnya mereka menyiasati dengan Visa on Arrival (VoA) dan keterangan yang tidak sesuai dengan realita.

Pengawasan pemerintah yang kurang profesional, sanksi yang terbatas, dan keterlibatan masyarakat lokal yang pasif menjadi faktor penyebabnya. Padahal, keberadaan mereka bisa dilaporkan untuk ditindak tegas oleh aparat. Apalagi, sering kali mereka berperilaku tidak sopan, seperti ugal-ugalan di jalan, tidak menggunakan pakaian, helm dan berbuat anarkis. “Ini menunjukkan bahwa secara kultural mereka sudah bermasalah, apalagi secara hukum,” tegasnya.

Baca juga:  Jembatan Biluk Poh Putus, Puluhan Rumah Tersapu Banjir

Selain masalah TKA ilegal, Prof. Suka Arjawa menyoroti soal Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Serangkaian kasus korupsi yang melibatkan penyalahgunaan wewenang, penggelapan dana, serta pemberian kredit fiktif menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas di banyak LPD.

Dikatakan, meskipun kasus korupsi LPD di Bali hanya 4 % dari total LPD yang ada Bali dikhawatirkan akan menyebar ke LPD lainnya. Sehingga, memberikan dampak sosial dan ekonomi yang besar, baik terhadap perekonomian lokal maupun integritas sosial di desa adat karena merusak kepercayaan publik terhadap lembaga ini. Selain melemahkan sektor-sektor produktif seperti pertanian dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), korupsi juga mengancam keberlanjutan ekonomi lokal yang sangat bergantung pada LPD.

Permasalahan yang diajukan sejumlah Guru Besar di Universitas Udayana saat Uji Publik pasangan calon (Paslon ) gubernur dan wakil gubernur Bali Kamis (10/10) dan Jumat (11/10) mendesak ditindaklanjuti dengan solusi.

Suarna menegaskan perlunya kebijakan dan komitmen kuat dari pengambilan kebijakan ke depannya. Terutama dalam melakukan riset mengenai daya dukung dan daya tampung dari sumber daya yang ada. Baik itu daya tampung lahan, air, maupun sumber lainnya, sehingga dasar kebijakan itu menjadi jelas. “Tanpa adanya kajian daya dukung, kita tidak tahu apakah lahan kita masih bisa dialih fungsikan atau tidak. Dengan kajian yang cukup profesional dan akurat akan memberikan jawaban kapasitas lahan yang ada di Provinsi Bali,” tegasnya.

Terkait kesejahteraan dan daya minat generasi muda Bali untuk menjadi petani, Prof. Suarna mengungkapkan bahwa nilai tukar petani (NTB) Bali masih di bawah 100, yaitu kisaran 98 pada bulan Juli-September 2024. Ini artinya, kesejahteraan petani Bali masih tercampakkan.

Kesejahteraan petani dipengaruhi oleh fluktuasi harga produk pertanian yang tidak stabil. Ketidakpastian harga ini menyebabkan petani kesulitan memproyeksikan pendapatan mereka di masa panen, yang pada gilirannya memicu ketidakstabilan ekonomi di kalangan petani.

Baca juga:  PNS Gadungan Tipu Toko Elektronik

Ketidakpastian ini menjadi salah satu alasan mengapa generasi muda cenderung enggan untuk terjun ke dunia pertanian. Menurutnya, generasi melihat sektor pertanian sebagai bidang yang penuh resiko dan tidak menawarkan kestabilan ekonomi yang menjanjikan, terutama jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti pariwisata atau pekerjaan di kota yang lebih dianggap lebih bergengsi dan stabil dari segi pendapatan.

Generasi muda lebih memilih bekerja di sektor formal atau informal yang tidak berkaitan dengan pertanian, karena dianggap lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih pasti. Hal ini menyebabkan sektor pertanian semakin kehilangan tenaga kerja, yang pada akhirnya memengaruhi produktivitas dan kemampuan Bali untuk memenuhi kebutuhan pangan lokalnya.

Jika dilihat regenerasi petani bagi keberlanjutan sektor pertanian di Bali, perlu ada kebijakan yang menyeluruh dan terintegrasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus menarik minat generasi muda untuk kembali ke sektor ini.

Kebijakan yang dapat diambil antara lain menyediakan insentif bagi generasi muda yang ingin terjun ke sektor pertanian, seperti subsidi harga pupuk, pembebasan pajak bagi petani muda, dan program pelatihan serta pendampingan agribisnis yang berfokus pada teknologi modern dan inovasi pertanian.

Selain itu, pemerintah perlu menyediakan akses pembiayaan yang mudah dan terjangkau bagi petani muda yang ingin memulai usaha pertanian. Pendekatan berbasis teknologi dapat membuat sektor ini lebih menarik bagi generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi.

Selain dukungan teknologi dan inovasi, penting juga untuk memastikan bahwa lahan pertanian di Bali terlindungi dari ancaman alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Sedangkan terkait TKA yang marak, Prof. Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si., mengatakan SDM muda Bali mesti ditingkatkan daya saing dan kompetensinya. Sehingga, mereka mampu bersaing dan berkompetisi dengan TKA dalam dunia kerja.

Baca juga:  Angkat Buah Lokal, Pemahaman Stakeholders Soal Ini Harus Sama

Untuk itu, diperlukan semacam pelatihan untuk meningkatkan keterampilan anak muda yang mesti disediakan oleh pemimpin Bali ke depan. Tidak saja di kota, tetapi pelatihannya juga disiapkan di desa-desa.

Berdasarkan Data Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali hingga periode 2023 telah tercatat 3.600 TKA dalam lingkup lapangan pekerjaan di Bali. Terdapat 5.745 TKA dihitung sejak tanggal 10 September 2024, angka ini mengalami peningkatan dari jumlah TKA pada
bulan Juni 2024 sebanyak 5.330 TKA. Data ini belum termasuk TKA ilegal.

TKA mendominasi pekerjaan di beberapa sektor, seperti bidang pariwisata, restoran, bahkan ada juga yang memiliki usaha sendiri yakni usaha fotografi, model, hingga membuka usaha rental kendaraan bermotor.

Solusi soal LPD yang bermasalah, Prof Suka Arjawa mengatakan permasalahan ini harus ditangani dengan baik. Seperti, dilakukan audit secara internal dan eksternal. Dan apabila ditemukan penyimpangan harus ditindak dengan tegas. “Dalam konteks sosiologis pedesaan, penindakan ini oleh aparat harus memang hati-hati karena dia (pelaku korupsi,red) bisa meng-exit atau kesepekang. Kesepekang ini menjadi citra buruk bagi masyarakat Bali,” ujar Prof. Suka Arjawa.

Sebagai solusi, LPD hari “dipegang” sebagai sumber daya untuk menggerakkan ekonomi, masyarakat, dan memelihara adat Bali. Untuk itu, diperlukan reformasi menyeluruh yang meliputi penguatan regulasi dan pengawasan, peningkatan kapasitas manajerial melalui pelatihan, serta pemberdayaan masyarakat untuk berperan aktif dalam pengawasan pengelolaan dana LPD. Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu mengembalikan fungsi LPD sebagai pilar kemandirian ekonomi desa adat, serta menjaga kepercayaan dan integritas sistem keuangan lokal. Dengan demikian, upaya reformasi ini diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial di Bali.

Pihaknya berharap siapa pun yang akan menjadi pemimpin Bali ke depan agar sungguh-sungguh membenahi tata kelola LPD dan menindak tegas korupsi di LPD. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *