DENPASAR, BALIPOST.com – Rumah sakit pemerintah, ditegaskan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, tidak boleh menolak pasien miskin. Mengingat, RS pemerintah dibangun diatas lahan pemerintah dan memakai uang rakyat.

Selain itu, gaji tenaga kesehatan dan pegawai rumah sakit berikut obat-obatan juga dibayar dengan uang pemerintah. “Jadi, kalau kita masih memaksakan orang yang tidak mampu harus bayar, salah itu. Apalagi hanya sekedar prosedur-prosedur, tidak boleh (menolak pasien, red)” ujar Pastika usai menggelar Simakrama di Wiswasabha Kantor Gubernur Bali, Sabtu (7/4).

Baca juga:  Rakor dengan KSP, Pj Gubernur Ungkap Kendala Percepatan KBLBB di Bali

Menurut Pastika, memang ada prosedur tertentu yang membuat pihak rumah sakit takut disalahkan atau khawatir mengenai siapa yang akan menanggung biaya pasien. Namun sejatinya, RS pemerintah tidak dibangun untuk menghasilkan uang.

Melainkan untuk melayani orang sakit agar cepat sembuh. Itu sebabnya, mantan Kapolda Bali ini menyesalkan ketika ada keluhan terhadap pelayanan di RS Bali Mandara.

Dalam hal ini, ada pasien yang tidak bisa dilayani untuk melakukan tindakan operasi kedua di RS pemerintah tersebut. “Hal seperti ini tidak boleh terjadi, orang sudah dioperasi satu kali. Tinggal operasi kedua, sekarang tiba-tiba ditolak. Bagaimana?” jelasnya.

Baca juga:  Polda Bali Tangkap Penculik Bayi ke Sulsel

Pastika menambahkan, fasilitas kesehatan milik pemerintah seperti RS maupun puskesmas tidak boleh terlalu ketat dengan aturan-aturan administrasi. Ini untuk menghadapi pasien-pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan, bahkan tidak memiliki uang.

RS pemerintah juga jangan mengeluh ketika kini banyak RS swasta yang mengirim pasien dengan kondisi berat atau parah kesana. “Ya tidak apa-apa, justru RS ini dibuat untuk itu. Sekali lagi saya tegaskan RS pemerintah bukan untuk nyari duit, tapi untuk nolong rakyat. Itu harus dipahami betul,” tegasnya.

Baca juga:  Relaksasi Pajak Tahun 2022, Bebaskan Pokok dan Hapus Sanksi BBNKB

Sementara itu, Plt. Direktur Utama RSBM, dr. Bagus Darmayasa mengatakan, pihaknya tidak menolak pasien untuk operasi yang kedua. Namun masih melakukan negosiasi dengan BPJS Kesehatan.

Mengingat, biaya operasi kaki pasien tersebut mencapai Rp 48 juta sampai Rp 50 juta. Sementara yang dicover BPJS untuk pasien kelas III hanya maksimal Rp 22 juta. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *