DENPASAR, BALIPOST.com – Kalangan akademisi di Bali mendesak agar nanti lahir pemimpin Bali yang pro pertanian. Pemimpin yang berani memberikan subsidi penuh ke petani di tingkat hilir.
Kemudian menata pertanian organik dan fokus melahirkan petani muda dan subsidi benar-benar dinikmati oleh petani Bali.
Hal itu diungkapkan akademisi dari Fakultas Pertanian Dwijendra University, Ni Ketut Karyati pada Dialog Merah Putih Bali Era Baru di Warung Bali Coffee Jl. Veteran 63 Denpasar belum lama ini.
Ia menegaskan saat ini banyak regulasi yang pro petani, pelestarian alam dan subak, namun sayang tak pernah dijalankan oleh penentu kebijakan. Misalnya soal lahan kering yang di Bali Barat dibiarkan tanpa digarap.
Bagi dia, kata kunci mensejahterakan petani adalah peningkatan produktivitas, dan meminimalisasi risiko. Caranya memberi subsidi dan pemerintah membeli hasil petani dengan harga mahal dibandingkan di pasaran. Soalnya Bali ini kecil, tak bisa menerapkan teknologi pertanian yang canggih.
Akademisi dari Unud, Prof Luh Kartini lebih tegas lagi mengatakan selama ini subsidi dilakukan di hulu berupa pupuk kimia yang tak pernah dinikmati petani.
Justru pemerintah mensubsidi produsen pupuk luar Bali yang justru merusak tanah Bali. Kenyataannya, tanah Bali sudah mengalami degradasi hara besar akibat pupuk dan pestisida kimia ini. Lagi pula jika subsidi total diberikan di hilir, akan dinikmati petani Bali.
Dosen muda Dwijendra University Denpasar, Pande Made Ari Ananta sepakat dengan seniornya karena tanpa subsidi di hilir niscaya pertanian Bali akan terus mati suri. Gairah pertani muda akan sirna.
Ketiga akademisi tak ingin pertanian dan petani Bali termarginalkan. Banyak yang enggan bertani karena akhirnya rugi alias tak sebanding dengan biaya hidup layak. Kata kuncinya pemerintah harus hadir membeli hasil mereka. (Sueca/balipost)