DENPASAR, BALIPOST.com – Desa Adat Tonja, Denpasar termasuk desa adat yang tua. Hal itu terlihat dari pura-pura yang ada di wilayah Desa Adat Tonja, termasuk dua diantaranya menjadi cagar budaya.
Meski demikian, Desa Adat Tonja menyadari perubahan zaman yang terjadi sehingga pola ngayah yang diberlakukan pun lebih fleksibel.
Bendesa Adat Tonja, Putu Gede Sridana belum lama ini mengatakan, jika dulu dibebankan pada warga melakukan pekerjaan ngayah di desa adat dengan sistem gotong royong, di era kekinian, hal itu tak dapat dilakukan karena zaman dulu masyarakat banyak yang berprofesi sebagai petani dan pemerintahan dengan jadwal kerja yang lebih fleksibel.
Menurutnya, dengan pola yang lebih fleksibel yang diterapkan, krama dapat menjalankan berbagai pekerjaan dan profesi bahkan meningkatkan kapasitas diri di bidangnya namun tetap bisa menjaga warisan budaya yaitu desa adat sendiri. Masyarakat tetap bisa ngayah namun dalam bentuk lain dan cara lain.
Di sisi parahyangan, Desa Adat Tonja melakukan piodalan secara rutin yaitu di Pura Dalem, Prajapati, Desa, Puseh, upacara tawur kesanga, dan pecaruan dengan dana yang bersumber dari dana pemerintah BKK.
Terdiri dari 9 banjar yaitu 8 banjar wed dan satu banjar dinas yang notabene 98 persen merupakan pendatang. Banjar tersebut adalah Banjar Tegeh Sari yang memiliki KK cukup banyak. (Citta Maya/balipost)