Oleh I Wayan Suartana
Butir ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang memosisikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan menjadi platform yang harus dihormati kita bersama. Bahasa persatuan adalah alat komunikasi untuk segala interaksi kehidupan di Republik ini. Bahasa persatuan menyatukan perbedaan dan membuat dari tidak faham menjadi faham dalam berkomunikasi. Bahasa nasional sebagai budaya nasional merupakan puncak budaya-budaya daerah.
Bahasa Indonesia terus berkembang agar menjadi salah satu Bahasa dunia, Bahasa resmi PBB. Sampai saat ini ada enam Bahasa resmi PBB yaitu Bahasa Arab, Mandarin, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol. Akan tetapi, pada Sidang pleno UNESCO 2023 memutuskan untuk menerima usulan pemerintah Indonesia menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa resmi sidang umum salah satu badan di bawah naungan PBB itu. Hal ini patut kita sambut gembira dan menjadi rerangka waktu yang harus dilaksanakan.
Bisakah Bahasa Indonesia berada pada deretan Bahasa diakui resmi oleh PBB? Jawaban tergantung dua hal yaitu pendukung bahasa dan politik Bahasa setiap individu maupun institusi. Pendukung bersifat sesuatu yang diterima secara alamiah, artinya berapa jumlah negara dan populasi yang menggunakan Bahasa Indonesia, sedangkan politik.
Bahasa menyangkut strategi untuk mengangkat dan mempromosikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa tingkat dunia. Setiap individu harus mempunyai kepercayaan diri yang memadai. Jangan takut dikatakan “tidak keren” bila menggunakan Bahasa Indonesia dalam pergaulan maupun acara-acara resmi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat penggunaan Bahasa Indonesia menjadi lebih mudah. Kecerdasan buatan akan dengan sekejap bisa menerjemahkan segala Bahasa ke dalam Bahasa Indonesia. Dialog media sosial menjadikan Bahasa Indonesia kelihatan sangat fleksibel dan kuat daya adaptasinya. Di sini tantangan utamanya adalah ragam baku yang digunakan atau penggunaan yang baik dan benar. Sebagai alat komunikasi dan bisnis nampaknya sudah berkembang baik, meskipun untuk urusan komunikasi bisnis Bahasa Inggris tetap terkuat khususnya untuk perdagangan internasional.
Politik bahasa bisa juga aktivitas politik strategis untuk menaikkan derajat atau promosi bahasa. Politik Bahasa dimulai dari kemauan politik dan kebanggaan.
Caranya pun beragam dari ekspansi, pemaknaan sampai dengan pemurnian Bahasa. Eksekutor utama di dalam pemerintahan, atau eksternal (hubungan bilateral atau multilateral) menjadi determinan di samping masyarakat yang secara sadar membumikan kebanggaannya.
Struktur Bahasa juga menyentuh modernisasi dan adaptasi. Internal kampus bisa dimulai dengan latihan-latihan sederhana seperti penggunaan “kata depan” yang tepat untuk karya mahasiswa. Mahasiswa asing yang masuk dalam territorial Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia untuk karya akhir. Dalam industri kuliner yang sudah mendunia adalah “nasi goreng” dan selanjutnya bukan tidak mungkin “nasi campur” dan lain-lainnya. Langkah-langkah kecil tetapi bermakna ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten.
Mungkin ilustrasi berikut bisa menggambarkan betapa poltik bahasa dilakukan secara tidak sadar. Suatu saat bicara bersama orang asing “Maaf tuan, bahasa Inggris saya kurang bagus”. Jawaban meluncur dari sang tamu “nggak apa-apa itukan bukan bahasamu”. Kamu punya bahasa sebagai identitas, kembangkanlah terus. Saya ke sini untuk belajar bahasamu. Bedakan antara komunikasi dan bahasa. “Saat kamu berbahasa yang baik belum tentu berkomunikasi yang baik”, begitu sebaliknya.
Berkomunikasi ada tendensi persahabatan, niat, ketulusan di situ dan tak mesti dengan kata-kata. Contoh ini semakin meyakinkan saya bahwa politik Bahasa itu bisa dilakukan saban hari dengan cara-cara yang sederhana. Bahasa Indonesia diakui oleh UNESCO menjadi titik awal atau modal untuk terus maju dan berkembang. Suatu saat kita harus merevitalisasi istilah “internasionalisasi” saat Bahasa Indonesia menjadi Bahasa resmi PBB.
Penulis, Koprodi Doktor Akuntansi FEB Unud