Prof. Dr. Ir. Gede Sedana,M.Sc., M.M.A. (BP/kmb)

Oleh Prof. Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA

Dalam upaya untuk mewujudkan swasembada pangan yang dicanangkan oleh pemerintah sejak masa orde baru dan saat ini, diperlukan adanya pemimpin (=baca pemerintah) yang memiliki visi ke depan untuk memfokuskan kebijakan dan program pada pembangunannya pada sektor pertanian, termasuk di Provinsi Bali.

Pesatnya pembangunan pariwisata di Bali meskipun sempat anjlok atau meredup saat Pandemi Covid-19, masih tetap menjadi primadona bagi pemerintah untuk membangun Bali. Hampir segala prioritas pembangunan diarahkan untuk membangun dan mendukung percepatan pembangunan kepariwisataan.

Walaupun pada akhirnya sangat diharapkan dapat memberikan dampak untuk memicu pembangunan sektor pertanian. Namun, perlu dicermati bahwa jangan sampai sektor pertanian menjadi terabaikan atau termarginalisasi, dan bahkan semakin terdesak serta terhimpit oleh sektor pariwisata yang semakin besar. Sangat diharapkan kedua sektor tersebut berjalan bersama-sama saling melengkapi yang pada ujungnya adalah mensejahterakan masyarakat Bali dan petani Bali.

 

Pertanian Bali tidak dapat dilepaskan dengan peradaban kebudayaan Bali yang telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun lalu. Terdapat berlimpah kearifan lokal pada budaya pertanian dengan berbagai nilai-nilai yang masih relevan dalam pembangunan di era modern dan globalisasi yang sangat sarat dengan kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca juga:  Subak dalam Tata Ruang Kota

Visi Sad Kerthi Loka Bali sangat diharapkan dapat menjamin terwujudnya pembangunan sektor pertanian di Bali untuk menjaga keharmonisan sumber daya alam, budaya Bali dan petani Bali serta masyarakat lainnya. Subak, misalnya, harus diberikan porsi atau alokasi kebijakan yang sangat produktif untuk memperkuat nilai-nilai budaya dalam sistem subak yang memiliki filosofi Tri Hita Karana.

Secara mikro, budaya bertani dalam sistem subak merupakan cerminan terhadap aktivitas kegiatan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat Bali pada lingkup makro. Prinsip keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antar manusia dengan manusia, dan antarmanusia dengan lingkungannya telah terlihat yang tertata secara bagus pada sistem subak.

Pemerintah melalui kepemimpinan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar saling bersinergi dalam berbagai kebijakannya yang terkait dengan penguatan budaya sistem subak yang berujung pada kelestarian budaya dan kesejahteraan para petani beserta keluarganya. Diperlukan adanya grand strategi pemerintah yang terintegrasi dan tersinergi antar atau lintas sektoral dengan key performance indikator yang jelas.

Baca juga:  Tantangan Keluarga di Era Digital

Para petani yang tergabung dalam sistem subak termasuk subak-abian, peternak, nelayan, dan kelompok petani lainnya agar semakin diberikan perlindungan dan pemberdayaan guna benar-benar merasakan peningkatan kesejahteraannya melalui hasil produksi yang mereka lakukan, bukan dari hasil menjual lahannya. Inventarisasi dan identifikasi subak, subak abian dan kelompok petani lainnya agar dilakukan dan dianalisa untuk dapat dirumuskan kebutuhan dan selanjutnya disiapkan program-program implementatif di tingkat petani.

Sebagai amanat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, para petani harus dilindungi untuk membantu mereka dalam menghadapi kompleksnya permasalahan kesulitan untuk mengakses prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi dan perubahan iklim. Sehingga dengan perlindungan ini, akan dapat diwujudkan kedaulatan dan kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik, memberikan kepastian usaha tani, dan melindungi petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen.

Baca juga:  Korelasi Kemandirian Energi dengan Pangan

Selain itu, perlindungan kepada petani juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani serta kelembagaan petani dalam mengelola usahatani yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan, dan menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usaha tani.

Ekonomi Kerthi Bali juga telah mencerminkan adanya upaya sadar pemerintah terhadap pentingnya sektor pertanian sehingga ditempatkan sebagai prioritas utama. Oleh karena itu, diperlukan adanya reminder kepada pemerintah untuk eling pada sektor pertanian yang merupakan salah satu penyangga budaya Bali termasuk sektor pariwisata. Mari kita bangun dan perkuat keberadaan sektor pertanian di Bali dengan konsep yadnya sehingga memberikan kesejahteraan para pelaku utamanya, seperti petani. Penguatan sektor pertanian di Bali akan memberikan ruh spiritual yang tinggi dalam membangun Bali karena dilandasi oleh nilai-nilai budaya dan Agama Hindu yang sangat kuat dalam memberikan taksu bagi Bali.

Penulis, Ketua DPD HKTI Bali, Ketua DPD Perhepi Bali

 

BAGIKAN