Barong Brutuk merupakan salah satu warisan budaya Bali dan tarian klasik khas Desa Trunyan, Bangli. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST. com – Barong Brutuk merupakan salah satu warisan budaya Bali dan tarian klasik khas Desa Trunyan, Bangli. Barong Brutuk dipuja sebagai perwujudan dari Ratu Sakti Pancering Jagat (laki-laki) dan Ida Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar (perempuan).

Salah satu ciri khas dari tarian ini adalah penggunaan daun pisang kering sebagai kostum para penari. Barong Brutuk mengandung nilai-nilai spiritual dan pengetahuan leluhur yang diwariskan secara turun temurun.

Disarikan dari berbagai sumber, Barong Brutuk merupakan tarian tradisional yang sudah ada sejak Zaman Batu Besar dan diwariskan secara turun temurun. Hal ini disebabkan adanya patung  besar dan  tinggi di Pura Pancering Jagat di Desa Trunyan.

Patung ini dinamakan Bhatara Datonta atau Bhatara Ratu Pancering Jagat. Patung Bhatara Datonta menggambarkan ekspresi seorang bhatara yang sangat dahsyat, tangan kirinya tergantung longgar di sisi kiri tubuhnya, dan tangan kanannya ditekuk di atas bahu dan menghadap ke belakang, dalam posisi membawa senjata kapak, alat vitalnya mengarah ke bawah tetapi lembut tepat di bawah alat vital terdapat lubang yang melambangkan organ reproduksi wanita.

Baca juga:  Ini, Sebab Harga Cabai Meroket

Keduanya dianggap sebagai simbol penting kekuatan pria dan wanita. Simbol ini diyakini merupakan bentuk awal dari lingga dan yoni, kekuatan Dewa Siwa dan Dewi Uma dalam tradisi Hindu.

Ada 21 Unen-Unen berbentuk topeng yang disebut Barong Brutuk di Bhatara Ratu Pancering Jagat. Konon tari sakral Barong Brutuk lahir dari sejarah ini. Oleh karena itu, tari Barong Brutuk merupakan tarian sakral yang dibawakan di Pura Ratu Pancering Jagat pada Hari Odaran (hari raya) yang biasanya jatuh pada setiap bulan purnama Sashi Kapat.

Dalam tradisi Barong Brutuk, melibatkan 21 orang pemuda yang dikarantina selama 42 hari di area suci pura sebelum menampilkan tarian ini. Selama masa karantina, mereka dilarang meninggalkan area pura atau melakukan kontak dengan wanita.

Baca juga:  Belum Ada Rencana Pemindahan Pos Pemantauan di Rendang

Sementara itu, Tari Barong Brutuk dibawakan oleh anggota Persatuan Pemuda atau penari yang disebut teruna. Mereka adalah remaja laki-laki yang belum menikah dan harus mematuhi pantangan-pantangan tertentu seperti, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, menjauhi wanita, dan menghindari aktivitas perjudian sebelum tampil sebagai Barong Brutuk.

Pertunjukan Tari Barong Brutuk diawali dengan para penari mengelilingi dinding pura sebanyak tiga kali sambil mengayunkan cambuknya (pecutan) kepada penonton atau warga sekitar Desa Trunyan. Setelahnya, pemangku melakukan persembahan suci dan berdoa untuk keselamatan seluruh warga.

Peserta upacara selanjutnya dapat menghampiri penari Barong Brutuk dan mengambil daun pisang yang dianggap sebagai simbol kesuburan.

Mereka yang menonton dan berhasil mengambil daun pisang dari pakaian Barong Brutuk itu akan menyimpannya di rumah dan menyebarkannya di sekitar sawah saat penanaman padi dimulai.

Baca juga:  Air Danau Batur Meluap, Rumah Warga Terunyan Terendam

Melalui ritual tersebut, masyarakat berharap mendapatkan hasil panen yang melimpah untuk kesejahteraan masyarakat Desa Trunyan. Tari Barong Brutuk mempunyai makna tidak hanya kesejahteraan dan kesuburan, namun juga kesucian dan pengendalian diri.

Hal ini dibuktikan dengan adanya proses penyucian dan adanya berbagai pantangan yang harus dihindari oleh calon penari Barong Brutuk.

Pertunjukan tari Barong Brutuk berlangsung selama sehari dan diakhiri dengan para penari bergerak menuju Danau Batur untuk mandi dan melucuti sisa-sisa daun pisang yang menjadi pakaian mereka. Selain itu, masyarakat Trunyan juga percaya bahwa jika pelaksanaan Sang hyang widhi (Dewa) diterima, di akhir ritual akan turun hujan yang berarti kesuburan dan  kelimpahan rezeki. (Ni Wayan Linayani/balipost)

BAGIKAN