Seorang karyawan di salah satu hotel sedang bekerja. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Isu ketenagakerjaan menjadi salah satu subtema dalam tema “Ngardi Bali Shanti lan Jagaditha” pada debat ketiga Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali tahun 2024. Isu ketenegakerjaan masih krusial untuk dibahas mengingat kualitas tenaga kerja atau sumber daya manusia (SDM) Bali masih rendah dibandingkan tenaga kerja asing dan luar Bali.

Guru Besar Unhi Denpasar, Prof. Dr. I Gede Putu Kawiana, S.E., M.M., mengatakan kualitas SDM Bali masih rendah dan kalah jauh dengan SDM luar negeri.

Sehingga, peluang kerja di Bali diambil alih tenaga kerja asing (TKA). Hal ini menyebabkan angka pengangguran di.Bali masih tinggi. Untuk meningkatkan kualitas SDM Bali, menurut Wakil Rektor II Unhi Denpasar ini, sektor pendidikan menjadi sangat penting.

Pemerintah semestinya membantu generasi muda Bali
untuk kuliah hingga ke luar negeri. Prof. Kawiana, mengungkapkan masih banyak peluang kerja yang bisa
dimanfaatkan oleh anak muda Bali.

Seperti, sektor primer (petanian dalam arti luas), sekunder (industri kecil) dan tersier (pariwisata). Pemerintah mestinya menyekolahkan generasi muda
di bidang pertanian dan memberikan bonus agar berlomba-lomba menjadi petani. Dikatakan, Bali tahun 1970-an pertaniannya sangat bagus.

Namun, kini pemerintah tidak berdaya mengendalikan
alih fungsi lahan. “Jadi tata ulang sektor primer, siapkan
SDM nya. Itulah sektor yang dapat mengurangi pengangguran. Dunia entrepreneur juga agar lebih ditekankan kepada generasi muda. BRIDA lebih diberdayakan hasil risetnya harus di hilirisasi, menciptakan inovasi-inovasi. Mindset petarung harus terus ditekannkan pada generasi muda dan tua,” tandas Prof. Kawiana, Jumat (15/11).

Baca juga:  Per 5 Juni, Bali Catatkan Tambahan Belasan Pasien Positif COVID-19

Terkait jumlah pengangguran di Bali Pemerintah Provinsi Bali telah mampu menekannya. Berdasarkan data BPS, angka pengangguran di Provinsi Bali turun dari tahun 2022 sebesar 131.469 ke tahun 2023 sebesar 72.421. Meskipun demikian, ternyata tenaga kerja asing (TKA) masih menjadi ancaman bagi tenaga kerja lokal. Terutama di daerah destinasi pariwisata di Bali.

Hal ini terbukti, dari 72.421 jumlah pengangguran di Bali justru paling banyak di Badung, Gianyar, Denpasar, dan Buleleng. Artinya, sebuah wilayah yang maju ataupun tengah berkembang dengan baik sekalipun jika masyarakatnya kualitasnya tidak baik, akan kesulitan untuk mengikuti menyesuaikan dengan SDM yang sesungguhnya diperlukan di wilayah tersebut. Sehingga, pekerjaan direbut TKA.

Data Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali mencatat hingga periode 2023 telah tercatat 3.600 TKA dalam lingkup lapangan pekerjaan di Bali. Terdapat 5.745 TKA dihitung sejak tanggal 10 September 2024, angka ini mengalami peningkatan dari jumlah TKA pada bulan Juni 2024 sebanyak 5.330 TKA.

Data ini belum termasuk TKA ilegal. TKA mendominasi pekerjaan di beberapa sektor, seperti bidang pariwisata, restoran, bahkan ada juga yang memiliki usaha sendiri yakni usaha fotografi, model, hingga membuka usaha
rental kendaraan bermotor.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali, Ida Bagus Setiawan, tidak menampik jika jumlah TKA di Bali terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari regulasi yang dikeluarkan Kemenaker RI. Salah satunya Kepmenaker Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki oleh TKA.

Regulasi ini memberi peluang kerja bagi WNA menjadi TKA, karena formasinya tersedia. Sehingga, secara tidak langsung kehadiran TKA mempersempit peluang kerja warga lokal. Meskipun demikian, Setiawan tidak buru-buru menyimpulkan bahwa TKA di Bali sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka pengangguran di Bali.

Baca juga:  Bali Post Salurkan Sumbangan Pembaca ke Korban Bencana

Perlu dikaji dengan penelitian yang terukur. Namun, pihaknya tidak bisa memungkiri bahwa di Bali adanya TKA ilegal yang menyalahgunakan visanya.

Guru Besar FISIP Universitas Udayana (Unud) , Prof. Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si., mengungkapkan keberhasilan tenaga kerja asing mengintervensi serta mengambil alih lapangan kerja lokal merupakan hasil dari pengawasan pemerintah yang terlalu longgar yang menyebabkan turis asing bertindak sesuka hati.

Warga lokal tak hanya berkompetisi antar sesama warga lokal dalam mencari pekerjaan, namun kompetisi mereka diperparah oleh wisatawan asing yang sudah kehabisan uang lalu mencoba untuk mencari lapangan
kerja di Bali. Sementara, fenomena yang terjadi persentase jumlah lapangan pekerjaan di Bali memiliki daya serap tenaga kerja yang belum menyeluruh ditambah dengan maraknya penggunaan TKA dan
TKA ilegal di Bali.

Padahal seharusnya masyarakat Bali menjadi pelaku utama dalam industri pariwisata di negeri sendiri, bukannya merasa terjajah ketika pekerjaannya mulai diambil alih. Diungkapkan, hal ini disebabkan adanya kelemahan pada legal structure dan legal culture. Dalam legal substance telah terdapat pengaturan yang komprehensif terkait penggunaan TKA beserta jajaran jabatan yang dapat diduduki oleh TKA beserta sanksinya yang tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Mancanegara Selama di Bali.

Baca juga:  Telkomsel Regional Bali Nusra Berbagi dengan 200 Anak Yatim di Bali

Namun, dengan ditemukannya modus operasi oknum TKA ilegal yang tidak menggunakan Visa yang
diperuntukkan sebagai pekerja seperti penggunaan VoA. Hal ini merefleksikan adanya pengawasan yang lemah terhadap WNA di Bali. Sehingga ketika legal
structure tidak melakukan pengawasan yang ketat maka bermuara pada legal culture yang lemah.

Dengan demikian, sejumlah oknum WNA tidak takut untuk menjadi TKA ilegal didukung dengan mayoritas masyarakat sekelilingnya bersikap pasif. Struktur hukum tidak hanya meliputi lembaga (institusi) saja, tetapi juga menyangkut ketatalaksanaan (prosedur)
dan sumber daya manusia aparatur.

Berdasarkan data BPS Provinsi Bali yang dirilis 6 Mei 2024, pada Februari 2024, jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 2,66 juta orang, meningkat 37,99 ribu orang dibandingkan kondisi Februari 2023. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan terbesar adalah
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yang meningkat sebanyak 59,79 ribu orang.

Sementara sektor dengan penurunan terbesar yaitu Jasa Lainnya yang berkurang sebesar 41,05 ribu orang.
Sebanyak 1,32 juta orang (49,66%) bekerja pada kegiatan formal, meningkat 4,16 persen poin dibanding Februari 2023. Pekerja di Bali pada Februari 2024 masih didominasi oleh pekerja berpendidikan SD ke bawah dengan persentase sebesar 29,99% (798,53 ribu orang).

Dibandingkan dengan Februari 2023, persentase setengah pengangguran turun sebesar 0,48 persen poin menjadi 2,10%, sementara persentase pekerja paruh waktu sebesar 26,85% (naik 0,78 persen poin). Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Bali pada Februari 2024 sebesar 1,87%, turun 1,86 persen poin dibandingkan dengan Februari 2023. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN