MANGUPURA, BALIPOST.com – DPRD Badung merespons pengaduan puluhan pekerja dari Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT Angkasa Pura Supports (APS). Pengaduan yang disampaikan pada Senin (11/11) di Gedung DPRD Badung ditindaklanjuti dengan pertemuan klarifikasi bersama pihak manajemen APS.
Pertemuan menurut Ketua DPRD Badung, I Gusti Anom Gumanti, sudah digelar pada Jumat (15/11) di Ruang Rapat Gosana II Gedung DPRD Badung. Ia menyatakan tujuan pertemuan ini adalah untuk mendapatkan informasi berimbang dari pihak APS terkait keluhan pekerja. “Ini merupakan persoalan antarpihak. Kami di DPRD tidak dapat menyelesaikannya secara langsung, melainkan mendorong dialog antara manajemen dan pekerja untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagai lembaga legislatif, DPRD berharap kedua pihak dapat segera berkomunikasi untuk mencapai penyelesaian. “Manajemen sudah menyatakan kesiapannya menerima pekerja yang ingin berdiskusi. Sekarang tinggal keberanian dari pekerja untuk memulai komunikasi,” katanya.
Sementara itu, Direktur SDM PT Angkasa Pura Supports, Ricko Respati, menjelaskan bahwa permasalahan ini berawal dari aksi mogok kerja yang menuntut penghapusan kata “project” dalam Surat Keputusan (SK) pengangkatan karyawan. Para pekerja menganggap istilah tersebut berpotensi merugikan karyawan tetap (PKWTT). Namun, Ricko menegaskan bahwa penggunaan istilah “project” hanyalah pembeda teknis, tanpa memengaruhi hak normatif pekerja.
Ricko juga menekankan bahwa aksi mogok kerja di lingkungan bandara, sebagai objek vital nasional, melanggar peraturan. Ia mengacu pada Permenaker 232 dan Surat Edaran Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2007, yang melarang aksi semacam itu di area bandara. “Mogok kerja yang dilakukan dinyatakan tidak sah berdasarkan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Dari total 464 pekerja yang terlibat aksi mogok, 406 orang tetap dipekerjakan kembali setelah investigasi awal, namun dengan catatan mereka dikenai sanksi Surat Peringatan (SP). Sebanyak 58 pekerja lainnya menjalani investigasi lebih mendalam, di mana 30 di antaranya menerima skorsing, sementara 6 orang menolak hingga saat ini.
“Skorsing adalah bagian dari proses investigasi, namun selama masa tersebut, hak normatif karyawan tetap kami berikan,” tegas Ricko.
Ia berharap para pekerja yang terlibat dapat bersikap legawa dan mengakui tindakan yang dilakukan tidak sesuai aturan.
Melalui pertemuan ini, DPRD Badung berharap dialog antara pihak APS dan pekerja dapat membuahkan solusi yang adil, sehingga polemik ini tidak berlarut-larut. (Parwata/balipost)