DENPASAR, BALIPOST.com – Pengusaha muda di Bali jangan hanya fokus di sektor pariwisata. Sebab, sektor pertanian juga potensial untuk digarap. Demikian dikemukakan Ketua Umum DPP HIPMI Akbar Buchari, Senin (18/11), usai pelantikan pengurus HIPMI Bali.
Ia mengatakan pengusaha muda di Bali dapat menggali potensi kabupaten/kota atau daerahnya. Sehingga bisa berkontribusi dalam pertumbuhan perekonomian daerah dan nasional.
Akbar menyebut sektor pertanian berpotensi di Bali namun belum banyak peminatnya. Hal itu, menurutnya, karena anak muda lebih banyak tertarik bekerja di sektor pariwisata daripada berusaha di sektor pertanian.
“Karena sudah merasakan zona nyaman di sektor pariwisata, ini tugas utama HIPMI Bali untuk bisa membuka paradigma generasi muda agar mau berusaha di sektor pertanian yang sekarang yang jadi perhatian khusus pemerintah agar teman-teman muda bisa masuk ke sektor tersebut,” ungkapnya.
Ia menilai perlu privilege, afirmasi, dan stimulus agar anak muda mau masuk ke sektor pertanian untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah pusat.
Pemerintah menargetkan rasio pengusaha di Indonesia mencapai 8 persen 2045 untuk mencapai negara maju. Salah satu yang dapat diberdayakan adalah pengusaha muda agar mengajak generasi muda lainnya untuk berwirausaha dan menggali potensi-potensi yang ada di daerah.
Ia meminta agar pengusaha muda di Bali dapat membuat program yang bisa sejalan dengan program pemerintah pusat dan juga pemda.
“Inline-nya dengan program pemerintah pusat agar bisa bersinergi dan diimplementasikan di daerah, utamanya soal hilirisasi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketum HIPMI Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan, kebijakan pemerintah di sektor pertanian di Bali selama ini hanya berkutat dari sisi supply. Ia menilai harus ada Perda Perlindungan Hasil Bumi dan Produk Lokal Bali.
Meski telah ada Pergub 99 Tahun 2018 tentang peraturan yang mengatur pemasaran dan pemanfaatan produk pertanian, perikanan, dan industri lokal Bali, namun hal itu hanya sebatas imbauan. Sehingga, masih ada celah pelaku usaha pariwisata khususnya untuk tidak menggunakan produk lokal Bali.
Dengan Perda yang memiliki kekuatan hukum lebih tinggi akan memberikan sanksi kepada pelanggar perda. “Hotel, restoran, ritel, khususnya PMA harus menyerap hasil bumi dan produk lokal Bali minimal 80 persen, tentu Perda ini terpenuhinya akan bertahap. Idealnya pemerintah bisa melahirkan Perda ini untuk petani Bali bisa berdikari,” ujarnya.
Dengan penguatan dari sisi permintaan, menurutnya akan mendorong dari sisi suplai pelaku usaha, tenaga kerja pertanian hingga sektor hilirisasi produk pertaniannya. (Citta Maya/balipost)