Keluarga dari pahlawan yang gugur saat perang melakukan ziarah ke Taman Makam Pahlawan Margarana, Tabanan pada Minggu (20/11/2022). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di balik pesonanya yang indah, Bali pernah mengalami masa-masa kelam karena perang dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah peristiwa peperangan yang pernah terjadi di Bali:

1. Perang Bali

Dalam upaya Belanda untuk menguasai Nusantara, Perang Bali dimulai pada 1846. Konflik ini terjadi karena raja-raja Bali, terutama Raja Buleleng, tidak puas dengan perjanjian dengan Belanda pada tahun 1841 dan 1843.

Salah satu isu utama adalah hak Tawan Karang, yang memungkinkan raja untuk mengambil kapal yang karam di pantai sebagai milik mereka.

Belanda mengirimkan pasukan besar ke Bali. Setelah mengabaikan beberapa ultimatum, mereka menyerang Buleleng.

Meskipun Raja Buleleng dan pasukannya bertahan, mereka kalah karena senjata Belanda lebih kuat. Akhirnya, ibu kota Buleleng, Singaraja, jatuh ke tangan Belanda.

2. Perang Jagaraga

Setelah Perang Bali I, konflik antara Belanda dan kerajaan Bali berlanjut. Ini menyebabkan Perang Jagaraga, terjadi dari 1848 hingga 1849.

Baca juga:  Juli 2021, Jumlah WNA di Bali Bertambah Ribuan Orang Dibandingkan Sebulan Sebelumnya

Selama konflik ini, pasukan Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik yang berusaha melindungi Tawan Karang.

Meskipun pasukan Bali lebih banyak (sekitar 16.000) daripada pasukan Belanda (2.400), Belanda mengalami kerugian yang signifikan dalam pertempuran tersebut. Namun, mereka kembali dengan kekuatan yang lebih besar dan berhasil menaklukkan benteng Jagaraga.

3. Perang Kusamba

Perang Kusamba, terjadi pada 24 Mei 1849, sebagai bagian dari upaya Belanda untuk menguasai Bali. Ini dimulai dengan penduduk Bali merampas kapal karam milik pedagang Belanda sesuai dengan adat Tawan Karang.

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Michiels menyerang Kusamba, tetapi mereka menghadapi perlawanan yang kuat dari Klungkung. Michiels terluka parah dan meninggal, sehingga Belanda harus mundur.

Konflik ini menewaskan banyak prajurit di kedua pihak, termasuk 800 dari Klungkung. Perang Kusamba menunjukkan kekuatan Bali melawan kolonialisme dan mempertahankan adat istiadat mereka.

4. Perang Banjar Buleleng

Rakyat Desa Banjar di Buleleng melawan penjajahan Belanda dalam Perang Banjar tahun 1868. Perang ini dipimpin oleh Ida Made Rai, yang dipicu oleh ketidaksetujuan masyarakat terhadap pengangkatan pemimpin yang tidak sesuai dengan tradisi.

Baca juga:  Uang Celengan OPD Klungkung Dialokasikan Bedah Tiga Rumah

Pasukan Banjar memenangkan pertempuran awal melawan Belanda di bawah pimpinan Mayor van Heemskerk pada 20 September.

Namun, pertahanan Banjar hancur akibat serangan besar dengan artileri pada 23 Oktober. Ida Made Rai kemudian ditangkap dan diasingkan ke Bandung.

Perang ini menjadi representasi penentangan Bali terhadap kolonialisme dan perjuangan untuk mempertahankan identitas budayanya.

5. Perang Puputan Klungkung

Perang Puputan Klungkung, yang terjadi pada tanggal 28 April 1908, adalah pertempuran terakhir rakyat Klungkung melawan penjajahan Belanda. Raja Ida Dewa Agung Jambe II memimpin pertempuran tersebut.

Intervensi Belanda, yang melakukan patroli yang melanggar kedaulatan kerajaan menyebabkan konflik ini terjadi. Perlawanan pecah pada 21 April setelah menolak ultimatum menyerah.

Rakyat Klungkung bertempur dengan gagah berani menggunakan senjata tradisional. Pada tanggal 28 April, istana dikepung, raja dan 3.000 prajurit gugur.

Baca juga:  Luhut Sebut Dua Bulan Lagi Puncak Gelombang Varian Baru Covid-19

Terlepas dari peristiwa ini menandai penurunan kekuasaan Kerajaan Klungkung, rakyat Bali menunjukkan semangat nasionalisme mereka.

6. Perang Puputan Margarana

Setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaan pada tahun 1945, Belanda berusaha untuk kembali mengambil wilayah yang telah mereka tinggalkan selama pendudukan Jepang.

Perang Puputan Margarana terjadi di Bali pada tahun 1946. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin oleh Kolonel I Gusti Ngurah Rai, melawan pasukan Belanda yang berusaha mengambil kembali Bali.

Perang ini disebut “Puputan” yang berarti perlawanan sampai sampai titik darah penghabisan. Meskipun situasi tidak menguntungkan, masyarakat Bali tetap menunjukkan semangat juang yang tinggi.

Semangat perjuangan masyarakat Bali tetap dikenang sebagai simbol penolakan kolonialisme, meskipun banyak pejuang yang mati.

Pahlawan-pahlawan seperti I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik dianggap sebagai simbol keberanian dan perjuangan rakyat Bali untuk mempertahankan hak-hak adat dan kemerdekaan bangsa mereka. (Dimas Bayu Erlangga/balipost)

BAGIKAN