DENPASAR, BALIPOST.com – ForBALI, Greenpeace dan WALHI Bali menggelar pembentangan spanduk tolak reklamasi Teluk Benoa di wilayah perairan Teluk Benoa, Sabtu (14/4) pagi. Massa bertolak ke perairan Teluk Benoa dengan menaiki boat sekitar pukul 10.00 dari pesisir timur Desa Adat Kelan.

Spanduk besar berwarna kuning dibentangkan di atas muntig dekat Pulau Pudut dengan kondisi air laut pasang. Spanduk itu bertuliskan “Reject Reclamation of Benoa Bay”. Massa yang hadir dalam pembentangan spanduk ini juga menyanyikan lagu “Bali Tolak Reklamasi” dan meneriakkan “tolak reklamasi Teluk Benoa”.

Hingga memasuki tahun kelima ini, rencana menguruk Teluk Benoa seluas 700 hektar masih mendapat penolakan dari seluruh lapisan masyarakat Bali. Baik oleh desa adat, banjar adat, kepala lingkungan, kepala dusun, sekaa teruna-teruni, LSM, mahasiswa, seniman, musisi, maupun individu yang peduli lingkungan.

Usai membentangkan spanduk, massa melakukan konvoi di perairan Teluk Benoa.


Kapal Legendaris

Baca juga:  Jro Gde Batur Alitan Sebut Ini Tanda-tanda Alam Peringatkan Adanya Wabah COVID-19 di Bali

Sehari sebelum aksi pembentangan spanduk yakni Jumat (13/4), Greenpeace Indonesia dan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) melakukan konferensi pers terkait kedatangan kapal legendaris Greenpeace, Rainbow Warrior di Pelabuhan Benoa. Kedatangan kapal tersebut untuk membawa pesan, membawa kembali keseimbangan antara alam dengan kehidupan manusia, yang diusung dalam sebuah tema Jelajah Harmoni Nusantara.

Kedatangan kapal tersebut juga membawa beberapa isu, diantaranya ialah isu energi, penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, dan kesadaran publik terhadap penggunaan plastik.

Kapten Kapal Rainbow Warrior, Hettie menyatakan kesenangannya sampai di Bali.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika menjelaskan keatangan kapal Rainbow Warrior membawa beberapa isu, diantaranya energi, penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, dan kesadaran publik terhadap penggunaan plastik. Lebih lanjut, ia juga menegaskan bahwa kedatangan Rainbow Warrior sebagai dukungan terhadap seluruh perjuangan masyarakat seperti penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa, penolakan terhadap PLTU Celukan Bawang, dan penolakan tambang emas raksasa di Tumpang Pitu, Banyuwangi. “Kedatangan Rainbow Warrior ini semoga bisa menyatukan kita semua, memperbesar isu lingkungan, meresonasi concern lingkungan, karena jika lingkungan tidak diselamatkan, manusia juga tidak bisa hidup, karena begitu alam rusak yang kita dapat nanti hanya bencana,” jelasnya.

Baca juga:  Dari Ini Ramalan BMKG hingga Dua Kabupaten Ini Laporkan Nihil Tambahan Kasus COVID-19 dan Pasien Sembuh

Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana mengapresiasi kedatangan kapal Rainbow Warrior ke Bali. Gendo juga menjelaskan bahwa kapal Rainbow Warrior menjadi saksi 5 tahun perjuangan rakyat Bali menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.

ForBALI bersyukur bejumpa kembali dengan kapal Rainbow Warrior di tempat yang sama (Pelabuhan Benoa) dan Teluk Benoa masih terselamatkan dari upaya reklamasi Teluk Benoa. “Kami dari ForBALI sangat bersyukur berjumpa kembali dengan kapal Rainbow Warrior di tempat yang sama dan Teluk Benoa sampai sekarang masih terselamatkan dari upaya reklamasi Teluk Benoa. Saya tidak akan habis pikir jika ternyata proyek itu berhasil dilakukan, maka di belakang bapak-bapak dan ibu-ibu akan ada 700 hektar pulau dan tidak ada lagi perairan disana, kecuali pulau-pulau buatan,” jelasnya.

Baca juga:  Dari PMI Asal Klungkung Meninggal di Dubai hingga Layanan Kanker Terpadu

Lebih lanjut, Gendo menegaskan pentingnya melakukan kampanye terhadap energi bersih di tengah situasi ada upaya untuk mengeksploitasi suber daya alam yang tidak memperhatikan lingkungan. “Kampanye energi bersih penting juga  disampaikan ditengah ada upaya-upaya untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang tidak memeperhatikan lingkungan seperti pembangunan PLTU di Bali Utara. Pembangunan destruktif bukan hanya rencana reklamasi Teluk Benoa, termasuk reklamasi untuk pelabuhan Benoa, dan Reklamasi Bandara, sebenarnya itu sangat berbahaya bagi Bali,” tegasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *