Wisatawan berbelanja di Pasar Seni Ubud, Gianyar. Bali saat ini dinilai sudah overtourism oleh beberapa pihak dan menjadi salah satu destinasi tak layak dikunjungi di 2025. (BP/Melynia Ramadhani)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebuah situs panduan perjalanan dunia, Fodor’s Travel merilis 15 destinasi tak layak untuk dikunjungi pada 2025 mendatang. Pulau Bali menjadi urutan pertama destinasi yang tak layak dikunjungi atau masuk dalam Fodor’s No List 2025.

Hal ini dikarenakan Bali telah overtourism dan tak dapat menangani permasalahan sampah plastik. Terkait hal ini, Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) RI, Ni Luh Enik Ermawati atau yang akrab disapa Ni Luh Puspa dan Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati membantah.

Saat wawancara via WhatsApp, Rabu (20/11), Ni Luh Puspa mengatakan Bali belum mengalami overtourism. Dikatakan, saat ini yang terjadi di Pulau Bali bukan overtourism, tapi adanya penyebaran wisatawan yang kurang merata karena menumpuk di Bali bagian selatan. Sementara Bali bagian Utara maupun bagian Barat memiliki banyak potensi wisata yang masih belum diketahui wisatawan.

Atas kondisi ini, dikatakan Kementerian Pariwisata tidak tinggal diam pada permasalahan penumpukan wisatawan di Bali Selatan. Ia menjelaskan, pada Bulan September 2024 lalu, Kemenparekraf berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan stakeholders
meluncurkan paket wisata 3B, yakni Banyuwangi-Bali Barat dan Bali Utara yang diharapkan semakin memperkaya pilihan tujuan berwisata wisatawan. Paket wisata yang ditawarkan meliputi seluruh daya tarik yang ada di masing-masing daerah. Mulai dari alam, budaya, buatan, desa wisata, dan lainnya.

Baca juga:  Dari Luhut Ungkap Lima Besar Asal Wisman hingga Denpasar akan Gelar PTM

“Seperti Desa Wisata Tembok, Desa Wisata Les, Lovina, hingga Pemuteran di Bali Utara. Di Kabupaten Jembrana ada taman nasional Bali Barat dengan daya tarik burung Jalak Bali. Sementara di Banyuwangi terdapat banyak destinasi seperti Desa Wisata Kemiren, G-Land, Alas Purwo, serta yang tidak kalah menarik adalah Kawah Ijen,” sebutnya dalam pesan singkat.

Kemenpar juga telah mengajak komunitas wisata untuk berdiskusi soal pengembangan wisata di Bali Utara dan sejumlah wartawan nasional maupun asing untuk meliput langsung sejumlah destinasi di Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Kemenparekraf juga terus mendorong kolaborasi dari Kementerian dan lembaga terkait aksesibiltas. Hal ini dikarenakan, salah satu faktor rendahnya presentase kunjungan wisatawan dari Bali selatan ke Bali utara dan Bali barat adalah aksesibiltas terutama infrastruktur jalan yang menyebabkan jarak tempuh menjadi jauh dan memakan waktu lama.

Baca juga:  Kisruhnya PPDB SMP di Denpasar Disoroti Gubernur

Hal senada diungkap Ketua PHRI Bali. Pria yang akrab disapa Cok Ace ini mengatakan Bali saat ini belum mengalami overtourism. Namun, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pengaturan pariwisata.

“Apa dasar atau tolak ukur dibilang Bali over tourism? Apa pernah dibuat carrying capacity? Kalaupun ada beberapa spot yang macet. Itu karena infrastrukturnya yang tidak memadai, dan pemberian ijin usaha yang tidak terkontrol. Jadi, jangan Bali yang dikatakan overtourism,” tandas Cok Ace saat dikonfirmasi, Kamis (21/11).

Cok Ace juga membeberkan ciri-ciri dari overtourism diantaranya ketidak sesuaian antara jumlah dan kualitas wisatawan dengan daya dukung alam, manusia dan budaya Bali.

Terkait moratorium pariwisata, Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan bahwa hingga kini pelaksanaan moratorium di Bali belum bisa dilakukan sebab keputusan moratorium masih berada dalam pembahasan di tingkat pemerintah pusat. Dimana, update moratorium masih pada surat dari Kemenkomarves yang ditujukan ke Kementerian Investasi. Kebijakan moratorium seharusnya mulai berlaku sejak 14 Oktober 2024, namun hingga kini implementasinya belum bisa direalisasikan.

Baca juga:  Kasus Omicron di Indonesia Bertambah Lagi, PPLN dari 5 Negara Ini Terbanyak

Moratorium pariwisata di Bali merupakan salah satu langkah yang diusulkan untuk mengatasi tantangan overtourism di Pulau Dewata. Pasalnya, Bali masuk ke dalam daftar destinasi wisata “No List” 2025 oleh situs panduan perjalanan Fodor’s. Dalam daftar tersebut, Bali disebut mengalami overtourism dan menempati posisi teratas karena dianggap menghadapi berbagai masalah pariwisata, termasuk pengelolaan sampah plastik. Namun, Bagus Pemayun menjelaskan bahwa lonjakan wisatawan pasca-pandemi adalah sesuatu yang sulit dihindari.

“Setelah Covid-19 itu Bali memang membludak wisatawannya, memang begitu lama, dua setengah tahun kerinduan terhadap Bali untuk dikunjungi. Tapi kalau dari jumlah kunjungan, masih belum seperti sebelum pandemi, yaitu 6,2 juta,” katanya.

Meski moratorium belum diterapkan, Pemprov Bali tetap berupaya mengelola perizinan secara ketat. Bagus Pemayun menyatakan pihaknya memastikan setiap izin usaha pariwisata sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Kami mengeluarkan izin masih dalam koridor sesuai dengan persyaratan OSS, tetapi kami benar-benar memonitor dan memverifikasi sesuai regulasi. Kalau tidak sesuai, kami pending dulu sampai moratorium ini bisa dijalankan,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN