Oleh Ketut Chandra Adinata Kusuma
Jepang sangat identik dengan budaya menghargai dan disiplin. Mereka (orang Jepang) sangat menghargai sesama dan menjaga lingkungannya di manapun berada. Belum terlupakan bagaimana sikap para suporter sepak bola Jepang di Piala Dunia 2022 Qatar, pasca pertandingan secara swadaya (sukarela) membersihkan tempat mereka menonton.
Di locker room pemain pun sama, setiap pemain dan official tim melakukan aksi bersih-bersih sebelum meninggalkan stadion. Hal ini menjadi headline di berbagai media di seluruh dunia. Kemudian saat pergelaran Olimpiade Tokyo 2021, perlengkapan atau perangkat yang digunakan sebagian besar menggunakan bahan daur ulang (recycle) seperti medali berbahan dasar daur ulang perangkat elektronik bekas, kostum berbahan dasar daur ulang botol plastik, podium para juara juga tidak luput dari berbagai bahan daur ulang barang bekas.
Selain terkenal dengan budaya peduli dan disiplin, Jepang juga terkenal dengan negara yang penduduknya memiliki Usia Harapan Hidup yang tinggi di dunia. Berdasarkan data tahun 2023, Jepang memiliki rata-rata usia harapan hidup di angka 84,95 tahun. Apabila kita komparasi dengan negara Indonesia yang memiliki angka 71,3 tahun tentu masih jauh, terlebih lagi status kita masih di bawah rata-rata global yakni 73,3 tahun.
Menarik untuk mengkaji konsistensi orang-orang Jepang tersebut, khususnya angka usia harapan hidup mereka yang tetap tinggi, untuk diadopsi oleh bangsa Indonesia. Menyimak kajian dari Garcia & Miralles (2024) dalam bukunya yang berjudul “ikigai”, ada beberapa kebiasaan yang dilakukan orang Jepang, khususnya orang-orang yang hidup di daerah Okinawa, yang membuat mereka mampu memiliki kesehatan dan umur panjang. Kebiasaan dimaksud antara lain (1) senantiasa hidup aktif/jangan pensiun; (2) jangan tergesa-gesa; (3) jangan penuhi perutmu; (4) kelilingi dirimu dengan teman baik; (5) bugar untuk ulang tahunmu yang akan datang; (6) senyumlah; (7) berhubungan kembali dengan alam; (8) bersyukur; dan (9) hiduplah pada saat ini. Kesembilan kebiasaan dari para centenarian di Jepang tersebut dapat dilakukan dan relevan diadopsi oleh masyarakat Indonesia.
Untuk budaya hidup aktif, khusunya para pekerja formal kita sudah seharusnya membiasakan untuk menggunakan kaki (bukan lift atau eskalator) selama di lingkungan kerja dan tidak terlalu “betah” untuk duduk di kursi kerja. Penelitian menunjukan bahwa metabolisme kita akan melambat 90% setiap 30 menit duduk dan kolesterol baik (HDL) akan turun 20 persen setelah 2 jam duduk (Schulte, 2015). Selain aktif dalam keseharian, jangan lupa dengan pola makan. Kita bisa contoh filosofi orang Jepang dalam menjalankan pola makannya yakni “Hara hachi bu” yang artinya isi perut Anda sampai 80 persen. Artinya berhenti makan saat mulai merasa kenyang. Makan berlebih berdampak pada panjangnya proses pencernaan dan mempercepat oksidasi pada sel kita.
Berlibur dengan bertemu kerabat/sahabat ataupun berkunjung ke tempat yang bernuansa alami akan membantu kita untuk meraih mood atau mengisi “baterai”. Kerabat atau sahabat yang baik merupakan obat terbaik kita karena mereka akan menjadi tempat berbagi cerita, masalah, memberikan nasehat, berbagi rencana ke depan.
Pemilihan tempat rekreasi juga berpengaruh pada sisi psikologi, sehingga pilihlah tempat yang benar-benar sesuai dengan suasana hati. Indonesia dikenal dengan keindahan alamnya, sehingga tidak susah bagi kita untuk mengadopsi perilaku kelilingi dirimu dengan teman baik dan berhubungan kembali dengan alam.
Terakhir, tetaplah bersyukur dengan apa yang diberikan oleh alam, berkah, dan kondisi yang dimiliki saat ini.
Tersenyumlah karena sikap ceria akan membuat kita rileks dan implikasinya akan banyak teman yang datang dengan kita. Selalu berbuat yang terbaik hari ini, dengan berhenti menyesali apa yang telah berlalu dan tetap optimis menatap masa depan. Memang tidak mudah untuk merubah mindset tersebut, namun sesuatu yang besar itu dihasilkan dari hal-hal yang kecil yang konsisten dilakukan.
Apabila kondisi tersebut mampu diejawantahkan oleh masyarakat Indonesia, maka dalam short term angka kasus atau penderita metabolic syndrome seperti hipertensi, gula darah tinggi, lemak tubuh berlebih (obesitas), kolesterol (LDL dan trigliserida) yang tidak normal, dapat ditekan. Implikasi secara long term, Indonesia akan mampu mencapai peringkat 10 besar di dunia untuk negara dengan usia harapan hidup tinggi. Menyenangkan melihat kondisi ini, sebab setiap individu akan memberikan sumbangsih kesehatan pada diri sendiri sekaligus negara terselamatkan. Bayangkan seluruh insan Indonesia hidup bugar dan sehat, maka anggaran kesehatan (kuratif) yang sangat besar akan dapat dialihkan ke sektor pembangunan lainnya yang akan membantu optimalisasi mencapai visi Indonesia Emas di tahun 2045.
Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Undiksha