Petugas Imigrasi mengantar WNA untuk dideportasi ke negara asalnya dari Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com –  Seorang WN Maroko berinisial EA dideportasi dari Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali pada pekan lalu. EA dideportasi karena melanggar Pasal 78 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena izin tinggal yang telah habis masa berlakunya dan diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

EA tidak memperbarui izin tinggalnya setelah masa berlaku visa tersebut berakhir, sehingga mengakibatkan overstay selama 373 hari.
Selama berada di Indonesia, EA mengaku menghabiskan waktunya dengan bekerja secara online sebagai developer.

Ia juga mengungkapkan bahwa aktivitasnya di Bali termasuk berlibur dan menyelesaikan permasalahan pribadi dengan mantan istrinya yang merupakan warga negara Indonesia. Namun, pada 7 November 2023, EA berencana meninggalkan Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai dan ditemukan telah mengalami overstay.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta Harapkan OPD Kedepankan Gotong Royong, Berpegang Pada Urgensi dan Prioritas

Petugas imigrasi menginformasikan bahwa EA dicegah dan terlibat dalam proses hukum terkait laporan KDRT dari mantan istrinya.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Gede Dudy Duwita, menyampaikan EA diserahkan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar ke Rudenim Denpasar pada 8 November 2024 untuk proses pendeportasian lebih lanjut setelah tidak dapat memperpanjang izinnya.

EA telah dideportasi pada 28 November 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Bandara Mohammed V di Casablanca, Maroko.

Terpisah, Rudenim Denpasar juga mendeportasi seorang WN Irak, HMQA. Pria berusia 25 tahun ini datang ke Indonesia pada 11 November 2024 dengan membeli visa 211A secara walk in melalui Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai menggunakan paspor Kuwait bernama Homoud MJ Al Anazi.

Baca juga:  Ungkap Kasus Terbesar di Bali, Narkoba Rp 56 Miliar Diimpor dari China

Namun, dalam pemeriksaan di bandara, petugas Seksi Pemeriksaan IV Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menemukan bahwa paspor Kuwait yang digunakan diduga palsu. Dalam pemeriksaan lanjutan diketahui bahwa sebenarnya ia adalah HMQA yang memegang paspor kebangsaan Irak.

Adapun dalam pengakuannya, HMQA mendapatkan paspor palsu tersebut dari temannya di Turki dengan membayar uang sejumlah 10.000 USD.

Duddy menjelaskan HMQA memanfaatkan paspor palsu tersebut untuk mempermudah rencana perjalanannya ke Australia. Namun, paspor tersebut tidak valid dan tidak terdaftar di Kedutaan Besar Kuwait, yang mengonfirmasi bahwa paspor Kuwait bernama Homoud MJ Al Anazi bukanlah warga negara Kuwait dan paspor itu palsu.

Baca juga:  Sistem Imigrasi Bandara Ngurah Rai Sempat Gangguan, Penumpang Keluhkan Tak Ada "Backup"

HMQA juga sempat mengeluh sakit perut pada 13 November 2024 dan menjalani pemeriksaan di klinik. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bekas jahitan di perutnya, yang menunjukkan bahwa ia pernah menjalani operasi kantung kemih dan membutuhkan perawatan medis yang lebih lanjut, yang dapat dibantu oleh keluarga di negara asalnya.

Setelah menjalani proses detensi selama 15 hari, HMQA akhirnya dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 29 November 2024, dengan tujuan akhir Bandara Internasional Basra (BSR) di Irak. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *