Seorang pedagang sedang menunggu pembeli di Pasar Ikan Kedonganan, Badung. Dalam pertemuan tahunan, Bank Indonesia memperingatkan kondisi ekonomi Bali tahun depan yang berpotensi melambat. (BP/Melynia Ramadhani)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam pertemuan tahunan, Bank Indonesia memperingatkan kondisi ekonomi Bali tahun depan yang berpotensi melambat. Pasalnya hasil evaluasi tahun 2024, ketimpangan ekonomi Bali antarwilayah yakni daerah Sarbagita dan non-Sarbagita melampaui standar 0,4, yaitu 0,5.

Deputi Kepala BI KPw Bali, G.A. Diah Utari pada pertemuan tahunan BI 2024 KPw BI Bali dengan tema “Sinergi memperkuat stabilitas dan transformasi ekonomi nasional”, Jumat (29/11) mengatakan, hingga Oktober 2024, pertumbuhan kredit mencapai 10,27 persen, DPK tumbuh 15 persen dan NPL 1,74 persen. Meski evaluasi kinerja keuangan Bali cukup baik, namun Bali harus bersiap menghadapi tantangan ekonomi Bali ke depan.

Menurut pemetaan BI, ada 4 tantangan yang harus diwaspadai yaitu masih adanya ketimpangan ekonomi antara daerah sarbagita dan non sarbagita, disparitas kedua wilayah tersebut yang ditunjukkan dengan indeks ketimpangan 0,5 lebih tinggi dari standar yaitu 0,4 dan cenderung meningkat pascapandemi. Selain itu tantangan yang mesti dihadapi Bali yaitu ketergantungan Bali pada pariwisata yang rentan terhadap gejolak eksternal. Sehingga perlu diversifikasi lapangan usaha.

Baca juga:  Dari Indonesia Belum Bisa Buka Penerbangan Internasional untuk Gaet Wisman hingga Presiden Putuskan Cabut Lampiran Perpres Soal Miras

Dengan capaian kinerja ekonomi dan keuangan 2024 dan melihat tantangan Bali, BI melihat outlook ekonomi Bali 2025 tetap kuat meski 2025 diprediksi terjadi perlambatan. Tahun 2024 diprediksi tumbuh 5,1 persen sampai 5,9 persen dan 2025 diprediksi tumbuh 5 persen sampai 5,8 persen.

Pertumbuhan tersebut didukung oleh pemulihan hasil produk pertanian karena musim yang membaik, berlanjutnya investasi strategis, peningkatan sektor perdagangan.

Sementara beberapa faktor yang memperlambat yaitu, kunjungan wisatawan melandai, normalisasi belanja pemerintah pascapilkada dan inflasi akibat kenaikan harga komoditas energi dan pangan global.

Baca juga:  JAP Masih Jadi Ancaman Petani Cengkeh

Hingga akhir 2024, diprediksi kredit dapat tumbuh 10-12 % dan 2025 diproreksi tumbuh 11-13 persen. Pertumbuhan itu didukung berbagai kebijakan BI dan pemda serta optimisme pelaku usaha.

Diah merekomendasikan strategi mendorong pertumbuhan ekonomi Bali agar berkesinambungan dan inklusif yaitu, penguatan sektor padat karya diantaranya pariwisata, pertanian dalam arti luas dan industri. Selain itu pengendalian inflasi harus terus dijaga untuk mendorong konsumsi masyarakat, perluasan pembiayaan, dan perluasan digitalisasi.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pertemuan BI seluruh Indonesia yang berlangsung secara hybrid tersebut mengatakan, sinergi merupakan kunci ketahanan dan kebijakan ekonomi nasional. BI memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 -2026 yaitu 4,8-5,6 persen pada 2025 dan 4,9-5,7 persen sampai pada 2026.

Baca juga:  Kasus Penganiayaan hingga Tewas Taruna STIP Asal Bali, Satu Orang Jadi Tersangka

Sementara pertumbuhan kredit diproyeksi meningkat 11 – 13 persen pada 2025 dan 2026. Stabilitas sistem keuangan juga diyakini terjaga. “Ke depan kita harus waspada, karena ekonomi dunia masih terus bergejolak, namun harus optimis karena ekonomi Indonesia cukup berdaya tahan,” imbuhnya.

Presiden Prabowo Subianto dalam acara tersebut mengatakan pelaku keuangan, regulator, otoritas memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. Menurutnya, fundamental, sumber daya, dan kekayaan Indonesia kuat dan banyak, namun kelompok elitnya kerap lengah, maka hal itu harus disadarkan kembali. Karena sikap puas diri dan lengah dari elite kata Prabowo dapat menyebabkan kebocoran – kebocoran yang seharusnya tidak perlu terjadi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN