Slamet Suranto. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com –  Presiden telah menetapkan upah minimum nasional naik 6,5 persen. Kenaikan ini tak sesuai harapan buruh yakni 10 persen mengingat kondisi ekonomi cukup baik dengan pemulihan ekonomi hampir 100 persen.

Meski demikian Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP Par) Badung Slamet Suranto, Minggu (1/12) bersyukur dengan kenaikan 6,5 persen ini karena periode sebelumnya kenaikan upah rata-rata 3-4 persen, bahkan saat pandemi upah minimum tidak mengalami kenaikan. Kenaikan ini menurutnya masih bisa diterima buruh ditambah lagi dengan adanya upah sektoral pariwisata yang presentasenya pasti naik 2-3 persen dari UMK/UMP.

Baca juga:  Badung Sosialisasikan UMK 2018 Rp 2,499 Juta

“Saya merasa ini sebagai jalan tengah karena mirip dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi nasional,” ujarnya. Kenaikan upah minimum ini sedikitnya dapat meningkatkan kesejahteraan buruh.

Ia berharap pengusaha dapat menyikapi dengan bijak peraturan ini. Sambil menunggu peraturan baru terkait sistem pengupahan yang baru berdasarkan putusan MK, kenaikan upah minimum 6,5 persen cukup memberi angin segar bagi kesejahteraan para pekerja muda khususnya.

Slamet menegaskan bahwa UMK/UMP adalah ketentuan upah bagi pekerja muda atau baru dengan masa kerja maksimal 1 tahun. “Kalau sudah setahun ke atas, tidak boleh lagi pakai gaji UMK, sedangkan karyawan lama harus disesuaikan, dan dirundingkan dengan perusahaan terkait kenaikan upah. Kalau tidak naik, upah karyawan lama akan kesundul dengan karyawan di bawahnya atau karyawan lama makanya ada struktur skala upah,” jelasnya.

Baca juga:  Wapres KH Ma'ruf: Besaran UMP Masih Fleksibel

Selain itu ia juga meminta kepada pemerintah agar penghitungan upah minimum tak didasarkan pada kondisi ekonomi dan inflasi secara nasional. Karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini jika tak disikapi menurutnya akan terjadi ketimpangan yang lebar antara daerah ibu kota atau kota-kota besar dengan daerah di provinsi atau kabupaten/kota yang jauh dari hiruk-pikuk. “Misalnya, Jakarta sudah di angka 5, daerah lain ada yang 3, 2,” imbuhnya.

Baca juga:  Operasi Cipkon Agung, Arak Disita di Buduk

Saat ini memang terjadi perbedaan UMK yang cukup jauh antara Jakarta dengan Denpasar dan Badung. Di Jakarta UMK sudah berada di atas Rp5 juta sementara di Denpasar dan Badung masih dikisaran Rp 3 jutaan. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN