DENPASAR, BALIPOST.com – Pada 2025 penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) tidak lagi didominasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Pasalnya, pemerintah akan menerapkan opsen pajak atau pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (HKPD).
Oleh karenanya, jika sebelumnya 70 % penerimaan PKB untuk Pemprov Bali dan 30 % untuk pemerintah kabupaten/kota, namun dengan kebijakan HKPD 66 persen penerimaan PKB akan diberikan kepada pemerintaj kabupaten/kota. Hal ini tentu akan mengurangi pendapatan Pemprov Bali. Apalagi, selama ini pendapatan Pemprov Bali dari penerimaan PKB cukup besar.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali, I Made Santha mengatakan, sebelum berlakukanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, pembagian hasil pemungutan PKB sudah berjalan namun dengan persentase yang berbeda. “Kalau dulu sharing atau pembagian hasil dari PKB itu untuk provinsi 70 persen dan kabupaten/kota 30 persen. Kalau sekarang 66 persen ke kabupaten/kota dan hanya 34 persen ke provinsi,” ungkap Santha belum lama ini,
Dengan pembagian hasil tersebut, Santha mengakui pendapatan Pemprov Bali dari PKB yang selama ini menjadi penghasilan terbesar akan berkurang. Selain PKB, pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) juga 66 persennya akan dilimpahkan ke kabupaten/kota.
Namun demikian, Santha mengatakan bahwa dalam UU HKPD tersebut Pemerintah Provinsi diberikan tambahan kewenangan baru untuk menambah penerimaan pajak. Ada dua tambahan pendapatan yang diberikan kepada provinsi, yakni Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) serta pajak alat berat. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi memiliki 7 kewenangan terhadap objek pajak. Di antaranya, PKB dan BBNKB sesuai dengan persentase, air pemukiman, rokok, bahan bakar, MBLB dan alat berat.
Untuk penerimaan pajak alat berat ini, Provinsi Bali akan bekerja sama dengan provinsi lainnya. Hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan alat berat yang bekerja di Bali didatangkan dari provinsi lainnya, namun belum membayar pajak di provinsi tersebut. Hal itu yang akan dikerjasamakan. “Alat berat yang datang dari luar Bali namun tidak membayar pajak di provinsi tersebut, bayar pajaknya nanti di Bali,” tandas Santha.
Selain penerimaan dari pajak, Bali dengan UU Provinsi Bali juga mempunyai sumber pendapatan daerah dari restribusi pungutan wisatawan asing (PWA). Pendapatan daerah dari PWA ini ditarget Rp300 miliar lebih pada tahun anggaran 2025.
Selain itu, juga sedang dipersiapkan Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar untuk pengelolaan Turyapada Tower agar memberikan kontribusi pada pendapatan daerah. Pasalnya, dalam Perda APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2025 pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp6,027 triliun lebih.
Pendapatan daerah ini bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp3,58 triliun lebih, dana transfer Rp2,44 triliun lebih, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp5,70 miliar lebih. (Ketut Winata/Balipost)