DENPASAR, BALIPOST.com – Transformasi ekonomi Bali yang menjadi cita-cita bersama harus diiringi dengan langkah nyata. Langkah nyata tersebut dengan membangun industri hilirisasi untuk mendukung sektor pertanian. Demikian disampaikan Deputi Kepala BI KPw Bali GA. Diah Utari, Selasa (10/12) dalam diskusi economic outlook 2025 di Sanur, Denpasar.
Ia mengatakan pemulihan ekonomi Bali yang terus berlanjut masih dibayangi berbagai tantangan. Di antaranya, ketimpangan antar wilayah sarbagita dan nonsarbagita, ketergantungan pada pariwisata, dan digitalisasi berkembang pesat namun tingkat literasi rendah yaitu 3,4 lebih rendah dari nasional 3,5. Selain itu, inflasi masih bergejolak karena rantai pasok antara hulu dan hilir belum optimal sehingga margin masih tinggi.
Ia juga melihat sektor pertanian dari serapan naker, share terhadap PDRB sangat besar tapi belum disokong oleh pembiayaan. Diah melihat ada dua produk pertanian Bali yang berpotensi dikembangkan yaitu garam dan produk perikanan.
Ia menyebutkan harga ekspor garam USD8,95 per ton. Meskipun garam Bali tidak sebanyak garam di NTB dan NTT namun memiliki kualitas yang bagus untuk ekspor.
Produk perikanan Bali juga mempunyai kualitas ekspor namun penyaluran kredit ke sektor ini masih kecil. Tingkat kesejahteraannya juga tidak menunjukkan kemajuan signifikan.
“Sehingga potensi ini bisa didorong di Bali ke depan untuk menumbuhkan dan perlu peran serta berbagai pihak,” ujarnya.
Penurunan luas lahan pertanian yang tinggi memang terjadi di Bali namun produktivitas pertanian Bali justru lebih tinggi dari nasional. Hal ini menunjukkan Bali cukup resisten namun ke depan untuk memajukan sektor pertanian di Bali, tanpa adanya hilirasi, pertanian di Bali perlahan akan hilang.
Maka dari itu perlu menumbuhkan usaha-usaha di sektor hilirisasi, meningkatkan peran Perumda untuk menjadi offtaker produk pertanian dan menghubungkannya dengan industri pariwisata, serta mendorong perbankan menyalurkan pembiayaan di sektor ini.
Akademisi ekonomi dari Undiknas Prof. IB. Raka Suardana mengatakan, perencanaan pembangunan ekonomi Bali dengan mendorong lima sektor prioritas harus didukung anggaran yang kuat.
Dari enam sektor unggulan Ekonomi Kerthi Bali akan memprioritaskan 5 sektor dan pariwisata hanya bonus dari 5 sektor prioritas. Menurutnya jika menjadi sektor prioritas, harus dibarengi dengan dukungan anggaran yang kuat.
“Sekarang zamannya hedonisme. Tak cukup hidup dari bertani. Apalagi dengan UU Cipta Kerja, pertumbuhan ekonomi memang menjadi bagus namun pertumbuhan usaha yang terjadi justru merusak alam dan persaingan semakin ketat dengan krama Bali,” ujarnya.
Sementara perencanaan pembangunan yang dilakukan Pemprov Bali tidak sejalan dengan cita-cita yang diharapkan. Ke depan perlu menyeimbangkan lima sektor dalam ekonomi kerthi Bali “Terutama anggarannya sudah sesuai atau engga? Karena yang namanya program prioritas harus diiringi dengan politik anggaran. Jika tidak demikian, maka tidak akan jalan,” ujarnya.
Fungsional Perencana Muda Bappeda Provinsi Bali Ida Bagus Putrayasa mengatakan, untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi antara Sarbagita dan nonsarbagita, Pemprov dan stakeholder merancang pembangunan di Bali utara.
“Bertitik tolak dari pengalaman pandemi COVID-19, maka sudah saatnya Bali menata ulang perekonomiannya untuk menyeimbangkan struktur dan fundamental perekonomian Bali kembali kepada keorisinalan dan keunggulan sumber daya lokal meliputi kekayaan alam, manusia, budaya Bali terutama di sektor pertanian, perikanan, kelautan dan sektor industri kerajinan serta pariwisata,” bebernya.
Dengan demikian substansi transformasi ekonomi Bali selain pariwisata berkembang adalah agar sektor non pariwisata yaitu sektor primwr dan sekunder bisa mendekati sektor tersier dan mwnunjukan. Adapun strateginya yaitu melalui 6 agenda yaitu Bali Pintar dan Sehat.(Citta Maya/balipost)