JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS) Nurdadi Saleh mengatakan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang dijalankan selama setahun baru saja usai pada April 2018. Menurut Nurdadi, waktu perencanaan yang sempit membuat pelaksanaan WKDS tidak optimal.
“WKDS adalah sebuah program yang pada mula pelaksanaannya kita tergopoh-gopoh. Karena Perpres itu lahir, kita harus segera running, ya tentu segala sesuatunya ada kurang lebih,” ucap Nurdadi.
Dalam evaluasi WKDS tersebut, sejumlah dokter spesialis menyampaikan beberapa kekurangan pelaksanaan program WKDS. Salah satunya adalah insentif daerah dan jasa medis yang terlambat dibayarkan.
Peserta juga mengeluhkan kurang lengkapnya sarana dan prasarana, serta minimnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan rumah sakit di daerah. Hal ini menyebabkan tidak dijalankannya memorandum of understanding (MOU) WKDS oleh beberapa rumah sakit di daerah.
Terkait hal ini, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek berjanji akan bersikap tegas kepada rumah sakit daerah yang tidak menjalankan MOU WKDS.
“Kalau tidak dijalankan MOU-nya, kita tidak akan kirim. Kita akan pertegas lagi MOU harus dijalankan. Mudah-mudahan ke depannya lebih baik,” ujar Nila.
Sebelumnya, sejumlah 1.312 dokter spesialis baru saja usai mengikuti program WKDS batch pertama yang berlangsung dari Maret 2017 hingga April 2018. Program ini berjalan setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017.
Dalam Perpres tersebut, lulusan dokter spesialis diwajibkan untuk mengikuti program WKDS, dimana mereka ditempatkan selama satu tahun di berbagai rumah sakit daerah di Indonesia.
Terdapat lima bidang dokter spesialis yang dipilih untuk mengikuti program WKDS pertama ini, yakni lulusan obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, serta spesialis anestesi. (kmb/balitv)