MANGUPURA, BALIPOST.com – Anggota DPRD Badung menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Badung yang dinilai gagal mencapai target partisipasi pemilih dalam Pilkada Badung 2024. Dari target 90 persen, partisipasi pemilih hanya mencapai 70 persen. Hal ini disampaikan oleh anggota DPRD Badung, I Gede Aryantha, pada Rabu (18/12).
Menurut legislator tiga periode tersebut, berdasarkan pengalaman dalam pilkada maupun pemilu legislatif sebelumnya, KPU Badung biasanya masif melakukan sosialisasi hingga tingkat banjar. Ia mempertanyakan alasan KPU kini mengarahkan tanggung jawab tersebut kepada partai politik.
“Kenapa mesin partai dipertanyakan? Seharusnya KPU yang melakukan sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat banjar seperti dulu. Jangan cuci tangan. KPU harus mengevaluasi diri, apakah sudah melakukan sosialisasi secara maksimal,” ujarnya.
Ia menyayangkan rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Badung yang tidak sesuai target, meskipun anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah terbilang tinggi. Sebagai informasi, dana Pilkada Badung yang bersumber dari hibah Pemkab Badung mencapai lebih dari Rp35 miliar.
“Jajaran KPU Badung menargetkan partisipasi sebesar 90 persen, namun faktanya tidak sampai 80 persen. Di sisi lain, ada sisa anggaran yang tidak dimanfaatkan maksimal untuk sosialisasi,” tegasnya.
Sebelumnya, KPU Badung menetapkan target partisipasi 90 persen untuk Pilkada 2024 dengan merujuk pada tingginya partisipasi pada Pilkada 2020, Pileg, dan Pilpres April 2024 lalu. Namun, target tersebut hanya terealisasi sebesar 78 persen atau 322.065 pemilih dari total daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 412.434 orang.
Ketua KPU Badung, I Gusti Ketut Gede Yusa Arsana Putra, mengungkapkan bahwa melesetnya target partisipasi disebabkan oleh berbagai faktor. Meskipun demikian, ia mengklaim bahwa capaian tersebut telah melampaui target KPU Provinsi Bali.
“Secara nasional ditargetkan 80 persen, dan kita hanya kurang sedikit. Namun, dibandingkan dengan target KPU Provinsi, capaian kita sudah melampaui,” ujarnya.
Ia menjelaskan, perbedaan tingkat partisipasi antara Pileg dan Pilkada cukup signifikan. Pada Pileg, banyak calon dari berbagai partai politik yang aktif melakukan sosialisasi. Sebaliknya, pada Pilkada, hanya tim sukses pasangan calon yang turun langsung, sehingga partisipasi pemilih cenderung lebih rendah. “Misalnya, dalam satu partai ada 10 calon, dan seluruhnya aktif turun ke masyarakat. Pola ini membuat sosialisasi pada Pileg lebih masif dibandingkan Pilkada,” jelasnya. (Parwata/balipost)