Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh  Agung Kresna

Kejadian menjelang tahun baru tahun 2023 tepatnya tanggal 29 Desember saat para wisatawan berlarian dengan membawa kopor berodanya di jalan raya menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai -karena mengejar jam keberangkatan penerbangan- memang membuat jengah dan malu  pariwisata Bali. Semua itu terjadi akibat mobil yang ditumpangi wistawan terjebak macet parah di jalan menuju bandara.

Kemacetan lalu lintas wisatawan memang menjadi salah satu indikator terjadinya wisata berlebih (over tourism). Yaitu ketika jumlah wisatawan yang datang ke suatu destinasi telah melebihi kapasitas yang dapat ditampung secara berkelanjutan oleh lingkungan, infrastruktur, serta masyarakat setempat. Sehingga memengaruhi kehidupan sosial dan budaya lokal.

Sehingga tidak salah jika Fodor’s Travel (perusahaan Amerika Serikat yang menyediakan ragam panduan perjalanan serta informasi berwisata, secara online) menempatkan Bali dalam peringkat satu destinasi wisata yang tidak direkomendasikan. Bali disebut sebagai salah satu destinasi yang bersinar, namun menderita karena popularitasnya.

Baca juga:  Merdeka Belajar, Pedagogi Pembebasan

Bali disorot Fodor’s Travel karena kurang memerhatikan kondisi alamnya, serta tidak menunjukkan upaya perbaikan. Industri pariwisata dan alam di Bali dianggap terkungkung dalam kerapuhan relasi sirkular. Di mana ekonomi Bali berkembang pesat dalam pelayanan, yang bergantung pada kesegaran lanskap alamnya.

Data pada akhir Desember 2023 menunjukkan bahwa Bandara I Gusti Ngurah Rai yang dikelola PT. Angkasa Pura I tersebut menampung 70.776 penumpang, dengan kendaraan yang masuk dan keluar bandara tercatat sekitar 41.000 unit. Pergerakan kendaraan yang cukup besar juga terjadi pada satu minggu sebelumnya, dengan 57.936 pergerakan atas 75.240 penumpang.

Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa rerata 2 penumpang menggunakan satu unit kendaraan pribadi/sewa. Angka ini tentu saja menunjukkan tingkat in-efisiensi yang cukup tinggi dalam penggunaan kendaraan di jalan darat. Sehingga kondisi ini hanya bisa diatasi dengan kehadiran moda angkutan publik massal.

Peran akses transportasi massal umum sudah saatnya dimaksimalkan, sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai upaya pemerataan pariwisata di Bali. Akses transportasi umum yang memadai juga dapat meningkatkan minat kunjungan ke suatu destinasi.

Baca juga:  Pilkada Bali untuk Rakyat?

Tanpa mengorbankan ruang terbuka hijau di Bali; jika dibanding dengan membangun jalan baru. Bali yang telah mendeklarasikan diri sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia, ternyata mengalami kejadian yang membuat ketidaknyamanan bagi wisatawannya.

Kondisi tersebut terjadi akibat minimnya ketersediaan angkutan publik massal yang ada di Bali. Hampir semua wisatawan di Bali harus menggunakan kendaraan privat atau semi privat (sewa).

Hampir semua kota destinasi pariwisata berkelas dunia selalu mengandalkan moda angkutan publik massal berbasis rel (kereta api) sebagai moda angkutan publik massal utama, yang diintegrasikan dengan beberapa moda angkutan publik pendukung lainnya. Hal ini mengingat kereta api dianggap paling handal dan bisa dikendalikan, meski butuh investasi besar.

Harus diakui bahwa sejak terjadinya horor kemacetan pada akhir tahun 2023 yang lalu, sepanjang tahun 2024 ini belum terlihat upaya yang signifikan agar horor kemacetan itu tidak terulang pada musim libur Desember 2024. Sekadar upaya rekayasa lalu lintas, maupun menata/menambah traffic light tetap tidak akan mampu mengatasi kemacetan yang terjadi.

Baca juga:  Periode Naru, Trafik Broadband Naik hingga Belasan Persen

Realitas data di lapangan menunjukkan bahwa kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung jumlah kendaraan pribadi/sewa yang digunakan wisatawan. Kemacetan di Bali saat ini menjadi masalah yang sudah mengganggu penduduk lokal Bali. Penumpukan antrian kendaraan di jalan sudah  menjadi pemandangan sehari-hari.

Laporan Fodor’s Travel harus dianggap sebagai pengingat sekaligus refleksi bagi semua insan pariwisata di Bali, mengenai kondisi Bali sekarang. Bali saat ini tidak lepas dari pembicaraan soal wisata berlebih. Bali disebut posisinya dianggap sejajar dengan Venesia di Italia, dan Barcelona di Spanyol; dengan jumlah wisatawan yang begitu banyak.

Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Uran Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *