Founder First Aid for Mental (FAM) Health Indonesia Siti Nur Hasanah. (BP/May)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kondisi kesehatan remaja di Bali sedang tidak baik – baik saja. Berdasarkan survei yang dilakukan First Aid for Mental (FAM) Health Indonesia, 34,9 persen remaja Bali mengalami masalah kesehatan mental yaitu kecemasan.

Hal itu disampaikan Founder First Aid for Mental (FAM) Health Indonesia Siti Nur Hasanah, Minggu (22/12). Salah satunya penyebabnya karena kekhawatiran ketinggalan jaman atau Fear of Missing Out (FOMO).

Selain itu, dari survei yang dilakukan, masalah kesehatan mental juga lebih banyak dialami perempuan dibandingkan laki – laki. “Tingkat kecemasan menjadi pokok utama masalah pada remaja. Sebelum pandemi, saat pandemi bahkan sekarang masalah kecemasan menjadi masalah tertinggi,” ungkapnya.

Baca juga:  Konjen RRT Denpasar Serahkan Beasiswa lewat Daring

Kecemasan adalah salah satu masalah kesehatan mental yang berkategori ringan. Tingginya angka kecemasan pada remaja khususnya di Bali karena pengaruh sosial media dan cara berteman.

Para remaja sekarang mempunyai rasa kekhawatiran ketinggalan yang tinggi. Sedangkan pada generasi sebelumnya memiliki cara meng-copy orang lain dengan cara yang berbeda.

“Jaman berbeda, cara copying-nya pun berbeda. Misalnya, dulu anak- anak dan remaja masih bermain petak umpet, main karet sehingga terjadi interaksi sosial, jadi bisa meng-copy sesama manusia namun di jaman sekarang berkurang. Itu yang potensi meningkatkan kecemasan karena manusia mkhkuk sosial, dengan adanya gadget, kita kurang melakukan sosialisasi,” jelasya.

Baca juga:  Masuk Bali Tetap Wajib Bawa Rapid Test

Kondisi kecemasan tersebut yang memicu terjadinya overthinking pada remaja hingga mengalami insomnia. “Banyak remaja yang menggunakan malam hari untuk scroll medsos. Mereka insomnia karena mereka overthinking, berpikir terus sehingga kepala mereka berisik membuat mereka terjaga selama semalaman sehingga mereka scroll sosmed hingga berjam- jam. Dan lagi dengan copying yang tidak baik.,” bebernya.

Para remaja biasanya sulit terbuka pada keluarga sehingga perlu melakukan konseling. Dengan konseling, diharapkan mereka mempunyai teman berbincang dan tidak sendiri. Jika dari hasil konseling, terindikasi mengalami masalah kesehatan mental berat maka akan diarahkan ke psikolog atau psikiater agar tak sampai menyakiti diri dan bunuh diri.

Baca juga:  Amankan IMF-WB Annual Meeting, Polda 3 Wilayah Terjauh dari Bali Ini Dilibatkan

Ia berharap dapat memberi edukasi dan awareness. Dengan demikian, ia berharap dapat meningkatkan produktivitas SDM masyarakat. “Jadi bisa membantu perekonomian negara juga karena teman- teman yang mengalami masalah mental, produktivitasnya turun, dan tidak bisa bekerja, beraktivitas sehingga menjadi beban. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *