BANGLI, BALIPOST.com – Banyaknya keluhan masyarakat dan pengusaha hotel dan restoran di Kintamani terkait tingginya populasi lalat di Kintamani mendapat tanggapan dari Wakil Bupati Bangli I Wayan Diar.
Diar menegaskan bahwa selama ini Pemkab Bangli sudah berupaya keras mengatasi masalah itu. Pemkab Bangli telah melakukan kajian dan berencana mengadakan mesin pengolah limbah untuk mengurangi populasi lalat.
Diar mengakui, populasi lalat di kawasan Kintamani saat ini meningkat pesat. Limbah kotoran ayam yang banyak digunakan petani sebagai pupuk menjadi penyebab utama permasalahan ini.
Diar menegaskan bahwa Pemkab Bangli selama ini tidak tinggal diam terkait permasalahan lalat di Kintamani. Pemkab telah melakukan kajian-kajian. Pemkab melalui Dinas Pertanian juga sudah melakukan sosialisasi kepada petani agar mengganti kebiasaan penggunaan kotoran/limbah ternak dengan pupuk kandang yang sudah melalui proses fermentasi. Hanya saja masih banyak petani memilih menggunakan limbah ternak untuk menyuburkan tanamannya karena dari segi biaya lebih murah, hemat waktu dan tenaga.
Terbaru, Pemkab berencana mengadakan mesin pengolah limbah guna mengurangi populasi lalat. Seperti yang sudah diterapkan di sebuah daerah di Pulau Jawa. Diar menjelaskan dengan mesin yang harganya mencapai Rp 20 miliar, akan mampu mengolah limbah kotoran ayam menjadi kompos tanpa melalui proses fermentasi. Kapasitas pengolahannya cukup besar, 30 ton per hari. Untuk pengadaan mesin itu, Pemkab Bangli akan meminta bantuan ke Pemerintah Provinsi Bali.
“Rencananya Senin atau Selasa ini bapak bupati akan melakukan presentasi kepada Pak Koster sebagai Gubernur terpilih. Mudah-mudahan nanti bisa dianggarkan oleh Pemerintah provinsi untuk pengadaan mesinnya,” kata Diar.
Meskipun nantinya teknologi mesin pengolah limbah kotoran ternak sudah ada, namun penerapannya di lapangan memerlukan perencanaan yang matang. “Sehingga kita memang butuh wktu yang agak panjang dalam rangka mengentaskan masalah lalat ini. Kalau solusi jangka pendek, untuk sementara memang belum kami dapatkan,” ujarnya.
Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, serbuan lalat di Kintamani semakin mengkhawatirkan. Ketua PHRI Kabupaten Bangli I Ketut Mardiana mendesak pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap sektor pariwisata.
Mardjana mengatakan serbuan lalat telah mengakibatkan terjadinya penurunan kunjungan wisatawan di Kintamani secara drastis. Biasanya jelang libur Natal dan Tahun baru seperti sekarang, kunjungan wisatawan ke Kintamani sudah mulai ramai. Tapi sekarang kunjungan menurun drastis hingga 50 persen. “Faktor penyebabnya memang bisa karena cuaca tidak bagus, tapi yang utama jadi keluhan wisatawan adalah masalah lalat,” ungkapnya, Jumat (20/12).
Serangan lalat benar-benar membuat wisatawan yang berkunjung ke Kintamani tidak nyaman. Banyaknya populasi lalat di Kintamani sebenarnya sudah menjadi masalah sejak lama. Namun sampai saat ini tidak kunjung tertangani.
Menurut Mardjana, masalah lalat tidak bisa ditangani orang per orang. Pemerintah harus turun tangan. Kalau memang pemicunya karena tingginya aktifitas pertanian yang menggunakan kotoran ternak mentah sebagai pupuk, maka pemerintah diharapkan bisa membuat regulasi untuk mengatur hal itu.
Dirinya khawatir, jika permasalahan ini dibiarkan lambat laun akan merusak citra pariwisata Kintamani. Bukan tidak mungkin Kintamani bisa ditinggalkan wisatawan karena masalah lalat. “Kuncinya menurut saya adalah peran pemerintah. Mau tidak care menyelesaikan masalah lalat ini. Kelihatannya memang sepele soal lalat, tapi ini bisa berdampak serius terhadap kesejahteraan masyarakat,” terang Mantan Dirut PT POS itu.
Dia mengatakan persoalan lalat ini pernah mendapat perhatian dari Kementerian Pariwisata dan instansi terkait lainnya di Bangli. Akan tetapi sampai sekarang tidak ada tindaklanjut penanganan. (Dayu Swasrina/Balipost)