BANGLI, BALIPOST.com – Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali kini berganti nama menjadi Rumah Sakit Manah Shanti Mahottama. Dengan pergantian nama diharapkan dapat mengurangi stigma negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan mempermudah pengembangan layanan kesehatan jiwa yang lebih inklusif dan profesional.
Nama baru rumah sakit yang sudah berdiri sejak 1929 itu diluncurkan secara resmi oleh Penjabat (Pj) Gubernur Bali, S.M. Mahendra Jaya, di Aula RSJ Provinsi Bali, di Bangli, Selasa (24/12).
Direktur RSJ, dr. Ni Wayan Murdani, menjelaskan bahwa proses perubahan nama Rumah Sakit telah melalui beberapa tahapan diskusi (FGD) dengan melibatkan instansi-instansi terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Bangli, lembaga, akademisi, dan para tokoh Masyarakat yang menghasilkan usulan-usulan nama baru.
Dengan memperhatikan unsur adat, budaya dan agama dalam upaya pelestarian budaya diputuskan nama baru Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali adalah Rumah Sakit Manah Shanti Mahottama. Secara harfiah mengandung arti Manah berarti pikiran atau jiwa, Shanti berarti kedamaian dan ketenangan, serta Mahottama berarti yang terbaik atau paling utama. “Pada intinya, kesehatan jiwa kita adalah prioritas utama dalam kehidupan ini untuk mencapai kebahagian,” kata Murdani.
Pergantian nama Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali merupakan salah satu upaya untuk mengurangi stigma negatif terhadap para ODGJ. Diharapkan dengan perubahan nama, ke depan memudahkan rumah sakit dalam mengembangkan layanan-layanan baru guna meningkatkan akses pelayanan Kesehatan dan meningkatkan kemandirian Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Sementara itu, Pj. Gubernur Bali menekankan pentingnya penghapusan stigma negatif terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). “Selama 95 tahun berdiri, RS Jiwa Provinsi Bali dikenal sebagai pusat perawatan ODGJ. Sayangnya, stigma negatif masih melekat di masyarakat, termasuk persepsi bahwa Bangli identik dengan gangguan jiwa. Padahal, rumah sakit ini hadir untuk melayani seluruh masyarakat Bali tanpa terkecuali,” ujar Mahendra Jaya.
Pergantian nama ini, lanjutnya, merupakan langkah strategis untuk mengubah persepsi publik. “Rebranding ini diharapkan dapat mengurangi stigma negatif dan mempermudah pengembangan layanan kesehatan jiwa yang lebih inklusif dan profesional,” tambahnya. (Dayu Swasrina/Balipost)