Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra. (BP/Wir)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertumbuhan ekonomi Bali menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 5,43 persen, lebih tinggi dari nasional. Namun angka pertumbuhan ini tak dinikmati masyarakat Bali. Terlihat dari indikator angka kemiskinan ekstrem yang meningkat.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra, Selasa (14/1) usai diseminasi BI mengatakan, ekonomi Bali sudah recovery, tumbuh positif bahkan mendekati kondisi sebelum pandemi dan selalu di atas nasional. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan adalah ekonomi yang tumbuh kuat, tinggi, dan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, termasuk kelangsungan dan kelestarian lingkungannya yang terjaga.

“Tapi apakah sudah inklusif dan merata? Data makro memang menunjukkan kemajuan. Kemiskinan yang sempat meningkat tajam sudah membaik, relevan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, kemiskinan 4 persen, terendah secara nasional, pengangguran terendah nasional, namun kemiskinan ekstrem 0,24 persen pada 2024, naik dari 0,19 dibandingkan 2023, walaupun terendah nasional,” bebernya.

Baca juga:  Soal Nasib Proyek Tol Gilimanuk-Mengwi, Ini Kata Menko AHY

Jika melihat persebaran di kabupaten/kota, sumbangsih tertinggi dari investasi dan ternyata ada di selatan atau Sarbagita. PDRB Bali tertinggi juga disumbangkan di sarbagita, sementara daerah lain kontribusinya tidak signifikan. Artinya, terjadi disparitas kontribusi antarwilayah, dan antarsektor.

“Tantangan utama ekonomi Bali adalah membuat inklusif bukan ekslusif di selatan. Kita sudah tahu tantangan itu, dan jawabannya bahkan sudah melaksanakannya. Tapi mungkin kurang akselerasi, kurang sinergi, kurang dukunga dari pusat, dan sebagainya,” ujarya.

Telah dipahami bersama bahwa tantangan Bali adalah kesenjangan antarwilayah dan antarsektor. Dominasi pariwisata menjadi penyebab ketimpangan antarsektor, ditambah dominannya kontribusi wilayah Bali selatan terhadap pertumbuhan ekonomi Bali.

Pemerintah pun dikatakan telah menjawab tantangan tersebut dengan kebijakan yaitu menyusun transformasi ekonomi Bali. “Kita bangun pusat pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Sarbagita, di antaranya membangun Pelabuhan Nusa Penida yang terkoneksi dengan Sanur, shorcut ke Buleleng untuk memperkuat konektivas dan mendorong tumbuhnya pusat ekonomi baru, isu bandara yang juga menjadi isu politik menjadi trigger mendorong tumbuhnya pusat ekonomi baru di luar Sarbagita. Itu upaya kita menjawab kesenjangan tadi, supaya terwujud pemerataan,” bebernya.

Baca juga:  Lakalantas, 1 Tewas Digilas Truk

Sementara APBD Bali terbatas, jika ditotalkan hanya Rp30 triliun, dibanding wilayah lain seperti Jakarta yang mencapai Rp88 triliun, di Jawa rata-rata Rp60 triliun sehingga APBD Bali masih kecil. Dari Rp30 T, hanya Rp12-13T dari PAD, Rp17-Rp18 T dari dana Transfer ke Daerah (TKD). Sehingga ketergantunan anggaran terhadap pemerintah pusat masih cukup tinggi.

Hal itu berarti upaya mewujudkan pemerataan, konektivitas, pelayanan publik masih bergantung dari pemerintah pusat. Namun dengan APBD sebesar Rp30 triliun, Bali dapat mewujudkan target pembangunan. “Yang terpenting adalah akselerasi inklusifitas pembangunan kita,” ujarnya.

Baca juga:  Nasional Masih Catatkan Tambahan Puluhan Korban Jiwa COVID-19

Diakui, Pemprov Bali telah menyiapkan rancangan pembangunan mendorong pusat pusat ekonomi baru tumbuh di luar Sarbagita. “RT/RW kita sudah menyiapkan ruang ruang itu, kawasan industri di Buleleng, Jembrana, kawasan pertanian sudah kita siapkan, tinggal pertanyaannya apakah investor mau kesitu? Kenapa investor investasi pariwisata masih di selatan? Bahkan dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) numplek di selatan,” jelasnya.

Desa wisata sudah dikembangkan di 250 desa yang bertujuan untuk pemerataan destinasi dan tujuan pemerataan destinasi dan tetap menjaga kelestarian budaya Bali. Agar jangan sampai desa wisata di Karangasem misalnya berkembang seperti Canggu, Ubud.

Dengan kondisi itu, Bali bisa saja mencapai target pertumbuhan ekonomi sesuai angka yang diharapkan. Namun pertumbuhan ekonomi tersebut sangat tidak inklusif. Diharapkan pusat-pusat ekonomi tumbuh di semua wilayah dengan potensi wilayah dan kearifan lokal masing-masing. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN