Seorang petani sedang membajak lahan pertanian yang terjepit bangunan di wilayah Badung. Program ketahanan pangan Bali semakin sulit diwujudkan karena sejumlah kendala menghadang, salah satunya alih fungsi lahan. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Program ketahanan pangan Bali semakin sulit diwujudkan karena sejumlah kendala menghadang. Sejumlah kendala ini, seperti alih fungsi lahan, gagalnya regenerasi petani serta belum diterapkanya teknologi pertanian.

Hingga kini kebutuhan beras untuk masyarakat Bali masih dipenuhi dari impor. Sementara pasokan dari luar Bali juga rendah, sehingga harga jadi mahal.

Terkait hal ini, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, M.P., mengatakan ketergantungan pada impor membuat Bali rentan terhadap fluktuasi harga internasional dan kebijakan ekspor dari negara penghasil beras. Penurunan produksi lokal akibat alih fungsi lahan pertanian, urbanisasi, dan kurangnya regenerasi petani.

Kaprodi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Sains, dan Teknologi Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. Ir. I Gusti Bagus Udayana, M.Si., berpandangan bahwa saat ini Bali dihadapkan pada permasalahan yang sulit dipecahkan.

Lahan sawah subur di Bali semakin menyusut karena banyaknya alih fungsi menjadi kawasan pariwisata, pemukiman, dan infrastruktur. Produktivitas pertanian rendah karena sistem tradisional masih dominan, membuat hasil produksi padi kurang optimal. Keterbatasan teknologi modern dalam pertanian menyebabkan petani sulit menghadapi perubahan iklim dan serangan hama.

Baca juga:  Lebaran, Polresta Klaim Aman dan Kondusif

Di sisi lain, biaya produksi tinggi karena kenaikan harga pupuk, pestisida, dan kebutuhan produksi lainnya. Ditambah lagi harga gabah di tingkat petani yang seringkali tidak kompetitif, sehingga mengurangi motivasi petani untuk menanam padi.

“Hal tersebutlah yang menjadi tantangan kita dalam meningkatkan ketahanan pangan di Bali. Adapun dampak terhadap ketahanan pangan yang akan kita rasakan adalah kenaikan harga beras, kerentanan ekonomi lokal, dan ancaman terhadap kemandirian pangan,” ujarnya.

Sucipta mengatakan langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan Bali adalah dengan revitalisasi produksi lokal dengan perluasan lahan produktif, mengendalikan alih fungsi lahan pertanian dengan peraturan tegas dan insentif bagi petani lokal.

Baca juga:  Dari Imbauan Penumpang Datang Lebih Awal hingga Dua Tewas Tertimbun Longsor

Di samping juga melakukan modernisasi pertanian dengan meningkatkan produktivitas melalui teknologi pertanian cerdas (smart farming), irigasi tetes, dan penggunaan varietas padi unggul, serta diversifikasi pangan lokal dengan menggalakkan konsumsi pangan alternatif seperti jagung, ubi, dan sagu untuk mengurangi ketergantungan pada beras.

Selain itu, optimalisasi logistik efisiensi rantai pasok, memperbaiki infrastruktur logistik, seperti pelabuhan dan transportasi darat untuk menurunkan biaya distribusi beras, digitalisasi sistem distribusi memanfaatkan platform digital untuk menghubungkan petani, pedagang, dan konsumen secara langsung juga penting dilakukan.

Ia mengatakan Bali dapat mengembangkan sistem ketahanan pangan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan saat ini sekaligus menjamin ketersediaan pangan bagi generasi mendatang. Pendekatan ini melibatkan strategi berbasis keberlanjutan, kolaborasi antar aktor, dan inovasi dengan pemanfaatan optimal sumber daya lokal. Yaitu, peningkatan produktivitas lahan pertanian, memanfaatkan lahan yang ada dengan teknologi ramah lingkungan seperti pertanian organik, hidroponik, dan rotasi tanaman, serta pengelolaan air berbasis subak.

Baca juga:  Bangun Kesadaran WNI Gunakan Hak Konstitusional di Pemilu, URK Digelar

Melalui pendekatan holistik diantaranya, modernisasi teknik pertanian, penggunaan varietas padi unggul, dan adopsi teknologi pertanian presisi, memotong rantai distribusi dengan memperkuat pasar lokal dan koperasi petani untuk menjaga stabilitas harga, mengembangkan produk turunan hasil pertanian untuk meningkatkan nilai tambah, seperti beras organik, tepung beras, atau pangan lokal khas Bali.

Serta meningkatkan kapasitas petani melalui pelatihan teknologi, manajemen usaha tani, dan akses ke pembiayaan mikro. “Kampanye untuk menarik generasi muda menjadi petani dengan insentif ekonomi, pendidikan, dan program kewirausahaan juga penting dilakukan,” tandasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN