Beberapa petani menanam bibit padi di lahan pertanian di wilayah Kepaon, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Minat generasi muda Bali menekuni sektor pertanian terus berkurang. Usia petani di Bali hampir 70,50 persen berusia di atas 45 tahun.

Sedangkan kaum milenial yang berusia 14-24 tahun hanya 0,59 persen. Dalam beberapa tahun ke depan, sangat mungkin tidak ada lagi manusia Bali yang akan menjadi petani. Petani Bali di ambang kepunahan.

Berdasarkan data BPS Provinsi Bali tahun 2023, total petani Bali yang menggunakan lahan pertanian sebanyak 354.597 orang. Sedangkan jumlah petani gurem (lahan di bawah 0,5 hektare) sebanyak 255.826 orang.

Dari jumlah tersebut, petani usia 14 – 24 tahun hanya 2.158 orang, petani usia 25 – 34 sebanyak 27.228 orang, dan petani usia 35 – 44 tahun sebanyak 70.947 orang. Sedangkan, petani usia 45 – 54 tahun mencapai 112.070 orang, petani usia 55 – 64 tahun sebanyak 88.515 orang, dan petani usia 65 + sebanyak 64.262 orang.

Baca juga:  Kodam Rekrut Calon Tentara Berkemampuan Bidang Keagamaan

Tidak saja menjadi petani, minat lulusan SMA/SMK untuk menempuh pendidikan tinggi bidang pertanian di Bali juga minim. Hal ini dialami oleh Fakultas Pertanian di 2 universitas di Bali. Yaitu, di Fakultas Pertanian, Sains, dan Teknologi Universitas Warmadewa (Unwar) dan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud).

Dekan Fakultas Pertanian, Sains, dan Teknologi (FPST) Unwar, Prof. Dr. Ir. Luh Suriati, M.Si., mengungkapkan sejak tahun 1990-an hingga 2023 minat lulusan SMA/SMK kuliah di Fakultas Pertanian Unwar mengalami penurunan yang signifikan. Prof. Suriati mengungkapkan,
tingginya peminat generasi muda masuk fakultas pertanian terjadi tahun 1984-1990-an.

Setelah tahun tersebut minatnya menurun.bNamun, pada tahun 2024 minatnya kembali meningkat hingga 15 persen. “Mungkin ini karena isu global, minat generasi muda sangat menurun terhadap pertanian. Ini adalah tantangan kamibke depan untuk bagaimana membenahi kualitas kurikulum yang baik, sehinggabanak muda itu kembali lagi berminat ke bidang pertanian,” ujar Prof. Suriati.

Baca juga:  Hendak Dikirim ke Belanda, Puluhan Tengkorak Manusia Diamankan

Prof. Suriati mengatakan pertanian akan tetap menjadi sektor strategis yang menjamin kebutuhan primer manusia sepanjang masa. Sebab, selama manusia hidup makanan adalah kebutuhan yang tak tergantikan. Sementara makanan berasal dari pertanian. Oleh karenanya, bisnis terkait bahan pertanian, peternakan, hingga produk pascapanen memiliki peluang besar karena selalu dibutuhkan oleh masyarakat.

Dekan Fakultas Pertanian Unud, I Putu Sudiarta, S.P., M.Si, Ph.D,  mengungkapkan bahwa se-llama 3 tahun terakhir minat lulusan SMA/SMK kuliah program sarjana (S1) di Fakultas Pertanian terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2022 jumlahnya 400 orang, menurun pada tahun 2023 yang hanya 345 orang, dan pada tahun 2024 jumlahnya hanya 327 orang.

Menurut Sudiarta ada 2 faktor penentu kurangnya minat generasi muda masuk Fakultas Pertanian. Faktor eksternal yaitu kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta kondisi Bali sebagai daerah
pariwisata. Sedangkan faktor internal, yaitu program unggulan yang menyentuh kaum milenial, SDM dan Sapras pendukung, kemutakhiran penelitian, dan lainnya.

Baca juga:  Atlet dan Pelatih Peraih Medali PON Aceh - Sumut Diberi Bonus Ratusan Juta

Dari faktor itu, dikatakan bahwa Fakultas Pertanian Unud melakukan langkar strategis di 2025 ini. Diantaranya, membuat penelitian yang mampu menarik minat generasi muda dan mendukung kebijakan daerah dan Presiden.

Mendukung progran gubernur terkait pertanian organik/berkelanjutan dengan medesiminasikan hasil penelitian, misal pertisida ramah lingkungan. Mengembangkan benih unggul Fakultas Pertanian Unud, yaitu bibit jagung lokal unggul yang sedang digarap dengan teknologi kekinian.

Membuat program mengkombinasikan pertanian dan pariwisata. School garden, mencintai pertanian sejak dini, yaitu kurikulum berbasis pertanian di sekolah sekolah dari TK – SMA. Menggabungkan IT dengan pertanian smart farming. Serta melakukan teknologi modern berbasis Gen dan DNA dalam pertanian yang up to date. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN