Ngurah Weda Sahadewa. (BP/Istimewa)

Oleh Sahadewa

Kesenian adalah kesejatian dalam diri. Ini tercermin jika kemampuan manusia dapat dijawantahkan ke dalam realitas seni yang adiluhung. Padatingkat praktik jika kesenian pasti menunjukkan suatu hasil, maka hasil yang terjadi membuat adanya pengaruh atas keberlanjutan dari proses berkarya itu sendiri.

Proses berkarya adalah kekuatan yang halus dalam menentukan arah kejiwaan agar seni dalam kesenian memberikan kemampuan tersendiri dalam diri manusia. Diri sudah pasti ke dalam kehidupan yang diatur oleh adanya ketentuan. Kepadatan dalam berkarya seni ataupun berkesenian tidak dapat dipungkiri jika tanpa menggunakan perangkat ataupun teknik tertentu.

Disinilah peran teknik untuk tidak serta merta mengabaikan aspek seni. Dalam kesempatan tulisan ini dapat diungkapkan jika semua karya seni dapat diidentifikasi secara teknik tertentu, namun
tidak semua teknik dapat ditelusuri hanya untuk seni, akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula jika sesuatu teknik tertentu dapat mengandung sesuatu seni tersendiri.

Pada alur berpikir secara teknis dapat dijadikan sebagai patokan utama ataupun non-utama sehingga dalam kesempatan berkarya seni tidak harus menuntut sesuatu yang tidak umum sehingga karya seni selalu dapat menuntun masyaraka agar selalu berada dalam jalan yang benar. Akan tetapi pula, jika teknik dalam berkarya seni itu perlu dan patut dikembangkan maka seni mesti tunduk dalam kriteria tertentu namun tidak tunduk dalam kategori tersendiri.

Baca juga:  Mahasiswa Seni Nyabu Sebelum Pentas

Untuk itu antara kesenian dan teknik adalah bersimbiosis. Simbiosis antara teknik dan kesenian adalah mutualisme apabila kelak diperoleh inti dari persoalannya. Yaitu tidak ada karya seni tanpa teknik pun teknik berkembang karena adanya gagasan seni. Bila manusia semakin sadar adanya kesenian untuk menuntun jiwa maka lebih dari itu teknik akan dapat dikembangkan.

Dikembangkan dalam kategori yang setara dengan jalan teknologi dalam seni. Ketika Bali dikenal dengan suatu keseniannya sebenarnya tidak terlepas dari keadaan teknologi yang telah dikembangkan termasuk dalam konstelasi perkembangan gamelan dan seterusnya serta ini menandakan bahwa ilmu seni adalah sesuatu pengetahuan yang tidak statis saja namun pastinya dinamis.

Pada kesempatan lain seni rupa juga pasti mengikuti ada sesuatu yang baru bila memang itu diperlukan. Inilah sebagai bentuk kekritisan dalam kesenian sehingga suatu ketika dapat ditelusuri bagaimana seni tari misalnya bisa memberikan kesejukan hati ataupun tambahan kesadaran adanya pengetahuan.

Baca juga:  Bahasa Bali di Era Digitalisasi

Begitulah sebetulnya masyarakat dalam teknik dan kesenian dapat
bercampur secara konstruktif filosofis sejalan dengan hidup sehari-hari. Itulah pula berkesenian dan berteknik adalah satu. Satu berarti saling memberikan kesempatan dalam perkembangan kesenian
maupun teknik itu sendiri dan ini berarti tidak ada yang tidak dicampuri secara konstruktif untuk menemukan jalan hidup yang semakin sempurna.

Oleh karena itu, di Bali kesenian mendapat taksu tertentu dengan tujuan agar teknik dalam berkesenian tidak luntur. Tidak luntur berarti
mampu untuk menjawab tantang perkembangan masa yang terjadi.
Oleh karena taksu tidak dimengerti semata-mata secara spiritual murni melainkan murni secara spiritual yang sudah memiliki konotasi
tertentu. Artinya, bahwa taksu seni adalah kehidupan.

Itu pertandanya adalah tidak ada orang yang hatinya tersentuh jika ada karya seni dengan dasar menyentuh pula sendi-sendi dasar hidup dan kehidupannya oleh karena itulah pada masa tertentu di Bali seni memperoleh apresiasi yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakatnya.

Bila dasar kehidupan dalam berkesenian telah dipatok kemajuannya salah satunya oleh teknik maka yang terjadi adalah patokan itu mesti
dikritisi ulang sehingga tidak ada penjajahan dalam bentuk baru. Inilah yang sering menjadi kekolotan ketika teknik tidak dikritisi pula pun demikian dengan seni.

Baca juga:  Dana-Dipa Prioritaskan Pembangunan Bidang Adat, Agama, dan Seni Budaya

Akan tetapi semua itu dapat terjadi jika memang hidup masyarakat sudah normal kembali dalam pengertian dan kesadaran bahwa semua unsur dalam hidup ada saling keterkaitannya bukan hanya fanatik atas satu dimensi saja, dan itulah yang menandakan kesadaran penting dalam diri bermasyarakat yang dipenuhi oleh berbagai bentuk kesadaran baru agar tidak terjebak dalam kebodohan.

Bila ini sudah semakin disadari tidak ada kata yang tidak mungkin untuk mengembalikan seni Bali sebagai sesuatu yang adiluhung. Sebagaimana dengan perkataan itu, maka tidak lain daripada untuk menuntun kehidupan bermasyarakat di Bali yang penuh dengan kreativitas lagi dan sesuai dengan kebenaran.

Inilah kebenaran teknik dan kebenaran kesenian disatukan secara kritis agar mampu menertibkan kehidupan yang harmonis ke arah masa depan yang gilang gemilang, namun tanpa ada pretensi apapun juga kecuali untuk memenuhi jagadhita yang terbebaskan.

Penulis, Dosen Fakultas Filsafat UGM

BAGIKAN