Anak Agung Istri Agung Widyawati. (BP/Istimewa)

Oleh Anak Agung Istri Agung Widyawati

Peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) melesat tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi semakin baik yang meningkatkan angka kepemilikan kendaraan bermotor. Fenomena ini diterjemahkan sebagai peluang oleh para pebisnis yang selanjutnya memunculkan kompetitor-kompetitor lokal baru di industri retail bahan bakar minyak.

Peluang bisnis tersebut dimanfaatkan oleh  masyarakat yang melakukan aktivitas ekonomi untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Salah satu pemenuhan kebutuhan ialah jual beli bahan bakar minyak mengingat penggunan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah kendaraan (Kurniawan, 2020).

Kondisi dimana BBM menjadi sesuatu yang sangat penting dalam melakukan sebuah aktivitas apa saja, dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk berjualan BBM dengan membeli BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdekat dengan jumlah tertentu dan dijual kembali kemasyarakat dengan harga yang sudah ditambah dengan biaya transportasi, terkadang kurang memperhatikan standar keamanan/keselamatan dan resiko bahaya yang dapat ditimbulkan dari bisnis tersebut.

Baca juga:  Agustus, Pembatasan Pembelian BBM dan Solar Diterapkan

Mereka membeli BBM dari SPBU, kemudian diperjualbelikan kembali kepada pengguna kendaraan dengan harga yang bervariasi dengan alasan adanya biaya transportasi dan mengambil keuntungan (Kurniansyah & Hakim, 2018). Hal ini mungkin disebabkan salah satunya karena pengendara kesulitan dalam mengakses BBM.

Dalam usaha pemerataan akses energi di daerah yang jauh atau memiliki jarak minimal 10 km dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) maka PT. Pertamina meluncurkan PerPashop (Pertamina Shop) yang merupakan bagian dari program OVOO (One Village One Outlet) yang digalakkan Pertamina untuk menjamin ketersediaan BBM di daerah-daerah yang jauh dari SPBU. Keberadaan Pertashop di beberapa daerah sudah dapat dirasakan oleh masyarakat. Adapan beberapa dampak positif antara lain: a) terjadinya peningkatan kualitas produk yang tersedia; b) lebih terjamin kesediannya BBM; c) kemajuan teknologi yang mulai memasuki ke wilayah pelosok dan desa-desa; d) memberikan kemudahan kepada masyarakat ketika akan membeli BBM; e) sebagai sumber penambah penghasilan bagi pemilik; f) menambah lowongan pekerjaan di daerah sekitar, sedangkan dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar khususnya para pedagang BBM eceran adalah banyaknya usaha yang berhenti karena tidak mampu menghadapi persaingan.

Baca juga:  Covid-19, Bhagawad-Gita dan Dharma

Minat beli yang masyarakat tunjukkan dalam membeli BBM di Pertashop adalah sebagian besar memandang dari segi harga yang terjangkau, tempat yang disediakan memberi kenyaman, kemudian lokasi yang strategis di tengah-tengah pemukiman warga yang produktif dan juga pelayanan yang cepat tanggap serta dalam jual beli terlihat transparan.

Keuntungan yang diperoleh masyarakat adanya pertashop di desa-desa antara lain adalah masyarakat dapat dengan mudahnya mendapatkan akses BBM dengan kualitas yang sama dengan SPBU, dengan harga yang sama perliternya bila dibandingkan jika membeli di pedagang ecer yang harganya sudah ditambah dengan biaya-biaya operasional lainnya sehingga keberadaan Pertashop dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.

Baca juga:  Ini, Diduga Penyebab Elpiji dan BBM Langka di Lembongan

Namun perlu juga dilakukan evaluasi terhadap keberadaan pertashop. Tampaknya tidak semua Pertashop mampu menjadi penggerak kebangkitan ekonomi, mengingat minat pembeli untuk bertransaksi masih perlu dicek dan dikaji. Ini akan memberi gambaran yang lebih detail terhadap kehadiran Pertashop terhadap kesejahteraan masyarakat.

Penulis, Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *