Presiden AS, Donald Trump. (BP/Dokumen)

 WASHINGTON, BALIPOST.com – Puluhan negara bagian Amerika Serikat melakukan gugatan untuk membatalkan perintah eksekutif Presiden Donald Trump untuk menghentikan hak kewarganegaraan atas dasar hak kelahiran di wilayah Amerika Serikat. Jumlah negara bagian yang ikut ambil bagian dalam gugatan ini mencapai 22.

Dilansir dari Kantor Berita Antara, Kantor Jaksa Agung Negara Bagian Washington menyatakan bahwa Jaksa Agung Nick Brown mengumumkan bahwa Negara Bagian Washington memimpin gugatan federal multinegara bagian yang menentang perintah inkonstitusional Presiden Donald Trump yang berupaya mencabut kewarganegaraan warga Amerika di seluruh Amerika Serikat, termasuk ribuan bayi yang lahir di Washington setiap tahunnya.

Baca juga:  Selidiki Kejanggalan Kasus Lakalantas di Nyambu, Polisi Gelar Prarekonstruksi

Selain Washington, gugatan tersebut juga diikuti oleh berbagai negara bagian lainnya termasuk Oregon, Arizona, dan Illinois.

“Gugatan tersebut menegaskan bahwa presiden tidak mempunyai kewenangan untuk mengesampingkan Konstitusi dan tidak ada ketentuan atau provisi konstitusi yang memberi wewenang kepadanya untuk menentukan siapa yang harus atau tidak boleh diberikan kewarganegaraan AS saat lahir,” demikian bunyi pernyataan itu pada Selasa (21/1).

Sebelumnya pada hari yang sama, Jaksa Agung New Jersey Matt Platkin mengatakan bahwa ia telah membentuk koalisi 18 negara bagian AS, serta Distrik Columbia (ibu kota AS) dan Kota San Francisco, yang telah mengajukan gugatan dalam upaya untuk memblokir perintah eksekutif Trump.

Baca juga:  Total Kematian COVID-19 di AS Capai 8.300 Jiwa, Trump Ingatkan Warganya Bersiap Hadapi Minggu Terberat

Gugatan tersebut, yang diajukan di Massachusetts, berargumentasi bahwa perintah Trump merupakan “pelanggaran terang-terangan” terhadap Amandemen Keempat Belas Konstitusi AS dan Pasal 1401 Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan, menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Platkin.

Trump dilantik sebagai presiden AS ke-47 pada Senin (20/1) dan menandatangani serangkaian perintah eksekutif yang telah memicu kontroversi, baik di AS maupun di luar negeri.

Sejumlah perintah yang memicu kontroversi itu antara lain mencakup penamaan Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika, merujuk kartel sebagai organisasi teroris asing, pengenalan sah pemerintah AS yang hanya terbatas pada gender laki-laki dan perempuan, serta mundur dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan kesepakatan iklim Paris. (kmb/balipost)

Baca juga:  Gedung Unit V Pemprop yang Terbakar di Klaim Asuransi Rp 3,5 Miliar
BAGIKAN