Suasana pertemuan sejumlah legislator Dapil Bali dengan para nelayan dan perwakilan BTID, Kamis (30/1) di Serangan, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Nama jalan di pintu masuk Pulau Serangan yang kini ditulis Jalan Kura-Kura Bali, perubahan nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura Bali sebagaimana tertera dalam peta digital, dan pemasangan pagar di Laut Serangan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) terkuak dalam pertemuan sejumlah legislator Dapil Bali dengan para nelayan dan perwakilan BTID, Kamis (30/1).

Anggota DPR RI Dapil Bali, I Nyoman Parta dan I Nyoman Adi Wiryatama beserta Anggota DPD RI Dapil Bali, Ni Luh Djelantik nampak hadir dalam pertemuan itu. Anggota legislatif Bali yang duduk di Pusat ini meminta agar nama jalan dan Pulau Serangan dikembalikan seperti semula.

Begitu juga pembatas laut yang dipagari dengan pelampung agar segera dibongkar karena kegiatan para nelayan mencari sumber pendapatan. Kondisi ini semakin memantik amarah warga setempat. Investor dinilai mengisolasi warga setempat.

Salah seorang warga yang juga berprofesi sebagai nelayan, I Nyoman Temu Antara mengungkapkan bahwa pagar itu dilakukan sejak lama. Nelayan dilarang memasuki areal yang dibatasi melalui pelampung tersebut.

Larangan itu berasal dari PT BTID. Padahal pantai itu merupakan tempat warga sekitar untuk memancing sejak kecil. Sejak pagar pelampung tersebut dipasang ruang gerak nelayan di Pulau Serangan sudah tidak sebebas dulu lagi. “Laut itu diklaim oleh PT BTID, sehingga kami gak bisa masuk, karena memang dibatasi oleh pagar pelampung, sehingga jukung kami tidak bisa lewat,” ungkapnya.

Baca juga:  OJK akan Keluarkan Kebijakan Dampak Gunung Agung

Mendengar keluhan tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI, I Nyoman Adi Wiryatama mengaku prihatin atas adanya pelarangan melintasi kawasan laut di Pulau Serangan. “Kita prihatin, mereka lahir di sini, hidup besar di sini, dan akan mati pun di sini. Kalau kawasan terlalu curiga dengan mereka sangatlah tidak beralasan, karena mereka lahir di sini pasti akan bertanggung jawab kepada daerahnya dan tidak mungkin akan merusak daerahnya, saya yakin itu,” tegas Politisi PDI Perjuangan asal Tabanan ini.

Adi Wiryatama mengatakan bahwa permasalahan yang terjadi ini sejatinya sangat simpel. Namun, jika permasalahan simpel ini dibiarkan akan menjadi permasalahan yang besar. Apalagi, Bali sangat kecil sehingga harus dijaga bersama keamanan dan kenyamanannya.

Oleh karena itu, ia sebagai Anggota Komisi IV DPR RI bidang Kelautan dan Kehutanan akan mencarikan solusi terkait permasalahan ini. Jika tidak bisa diselesaikan, pihaknya akan membawa kasus ini ke Komisi IV DPR RI, bahkan ke Presiden Prabowo. “Kami hadir di sini mencarikan solusi agar mereka tidak diperlakukan seperti itu, diisolasi, gak bisa keluar melaut sebagaimana mestinya. Kalau tidak selesai hari ini, kita bertiga akan langsung ke Komisi IV DPR RI, dan bahkan sampai ke Presiden,” tegasnya.

Baca juga:  Dugaan Korupsi Bansos COVID-19, Mensos Serahkan Diri ke KPK

Terkait pemasangan pembatasan pagar pelampung, Anggota Komisi X DPR RI, Nyoman Parta menegaskan akan segera menghilangkan pembatasan tersebut. Parta mengatakan apapun segela hal yang menghalangi nelayan masuk ke laut harus dicabut. “Prinsipnya sampai kapan pun laut menjadi ruang publik yang tidak bisa ditawar-tawar,” tegasnya.

Terkait Pura yang ingin dikelola oleh PT BTID, Anggota DPD RI, Ni Luh Djelantik Djelantik menegaskan bahwa pura adalah milik rakyat Bali, sehingga tidak boleh dikelola oleh investor. “Tidak ada yang bisa mengelola pura, hanya rakyat Bali yang mengelola pura. Jadi jangan macam-macam. Meskipun sudah diajukan ke pusat, kalau pun sudah disetujui kami akan minta untuk penolakannya,” tegasnya.

Ni Luh Djelantik tidak ingin kejadian rakyat Bali yang ingin memasuki areal pura harus diminta KTP. Seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya. “Tidak boleh ada kejadian-kejadian seperti sebelumnya, di mana rakyat Bali harus menyerahkan KTP yang diberlakukan dengan tidak layak pada saat masuk ke tempat ibadah (pura,red),” tamdasnya.

Baca juga:  Saat Hendak Kabur, Dua Maling Ditangkap

Sementara itu, Head of Communication PT BTID, Zaki Hakim membantah adanya larangan bagi nelayan setempat untuk melaut atau memancing. Dijelaskan, bahwa video yang beredar tersebut diperlihatkan soal pemasangan pelampung yang dilakukan oleh BTID.

Sebab, sesuai dengan masterplan itu sudah disosialisasikan kepada perangkat Desa Adat Serangan dan media sebelumnya. Di mana, lokasi tersebut sedang dalam proses persiapan pembangunan Marina Internasional dalam waktu dekat. “Kami terus memberikan update pembangunan dan menjalin komunikasi secara rutin dengan pihak desa adat dan desa dinas dan juga media. Jadi tidak ada tujuan untuk melarang nelayan melaut,” ujarnya.

Ia mengakui, sebelumnya PT BTID pernah melarang nelayan untuk melaut saat World Water Forum (WWF) berlangsung sebab, saat itu banyak tamu negara yang lalu-lalang di wilayah perairan Serangan. Mengingat, kawasan Kura-kura Bali menjadi salah satu venue WWF. Larangan melaut itu tidak berlangsung lama, hanya berlaku saat WWF. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN