Terdakwa (2 kanan) saat berada di tahanan Kejari Denpasar. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Direktur Utama PT BPR Bali Artha Anugrah, terdakwa Ida Bagus Toni Astawa, Kamis (30/1) mulai diadili di PN Denpasar. Oleh JPU Putu Oka Bhismaning dan Ni Komang Swastini, terdakwa diadili atas dugaan pencairan kredit fiktif.

Di depan pengadilan, JPU menyampaikan peristiwa yang dilakukan terdakwa ketika menjabat Dirut BPR Bali Artha Anugrah bersama saksi Gede Dodi Artawan selaku Account Officer pada PT BPR Bali Artha Graha (dilakukan penuntutan secara terpisah).

Terdakwa melakukan aksinya dalam kurun waktu 23 Februari 2017 sampai dengan Juni 2023 bertempat di kantor BPR tersebut di Jalan Diponegoro, Denpasar. Sedangkan Dodi yang juga selaku Kepala Bagian Kredit PT BPR Bali Artha Graha mempunyai tugas dan wewenang salah satunya memeriksa pencatatan permohonan kredit (calon debitur) dan memerintahkan kepad bawahannya untuk menganalisis permohonan sesuai urutan masuk permohonan dan memeriksa serta memberikan tugas kepada bawahannya (analis kredit) untuk menganalisis dan memutuskan sesuai wewenang atau membuat usulan kepada komite kredit dan beberapa tugas lainnya, termasuk jaminan kredit.

Baca juga:  Digempur Kecepatan Informasi dan Algoritma, Pers Tanpa Inovasi Digital Tak akan Mampu Bertahan

Tahun 2017, Debitur BPR tersebut banyak mengalami kendala dalam melakukan pembayaran angsuran pokok dan bunga kredit sehingga menyebabkan penurunan kualitas kredit debitur.

Saksi Bowo Saputra selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) menyampaikan kepada Direksi PT BPR Bali Artha Anugrah agar menjaga nilai Non Performing Loan (NPL) kurang dari 3% serta meminta agar terdapat pertumbuhan aset dan penyaluran kredit.

Terdakwa menyampaikan ke bawahannya bernama Sujana untuk mengatasi kondisi yang terjadi di PT BPR tersebut. Dari hasil komunikasi antara terdakwa IB Toni dan Sujana timbul niat untuk membuat fasilitas kredit fiktif yang tujuannya untuk kelengkapan dalam pembuatan laporan palsu seolah-olah penyaluran kredit dari PT BPR Bali Artha Anugrah masuk dalam kategori NPL.

Baca juga:  Masuki Dunia Teater, Kedisiplinan dan Komitmen Jadi Modal Utama

Terdakwa menggunakan data kelengkapan permohonan kredit dan nama pemohon kredit yang tidak benar alias palsu yang sumbernya diambil dari nama debitur PT BPR Bali Artha Anugrah yang menunggak atau yang pinjamannya sudah lunas. Terdakwa juga meminta Dodi Artawan untuk membuat fasilitas kredit fiktif sebanyak 635 dengan menggunakan 151 nama debitur dengan total plafon sebesar Rp325.470.000.000.

Mirisnya, terdakwa membuat catatan yang ditulis tangan pada selembar kertas yang berisikan informasi terkait tanggal, nama debitur yang akan dicairkan kreditnya, beserta jenis kredit, nominal plafon, bunga, dan jangka waktu kredit. Pencairan kredit tanpa disertai dengan kelengkapan dokumen kredit.

Baca juga:  Kasus Korupsi, Ketua LPD Bakas Tersangka

Salah satu nama yang dipakai adalah Ni Made Nendriasih, yang diberikan fasilitas kredit dengan total Rp1.675.000.000. Aksi terdakwa yang dilakukan bersama Sujana dan Dodi, diketahui oleh OJK hingga akhirnya izin usaha BPR Bali Artha Anugrah dicabut.

Perbuatan terdakwa juga dinilai menguntungkan terdakwa secara finansial, sebagaimana dakwaan JPU untuk terdakwa IB Toni Rp 8.614.762.454 dan Nengah Sujana untuk membeli kendaraan seharga Rp170.000.000. Kasus ini sedang pembuktian di PN Denpasar. (Miasa/balipost)

BAGIKAN