DENPASAR, BALIPOST.com – Lima orang terdakwa kasus korupsi dana Badan Kerjasama Kecamatan (BKK) Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) Swadana Harta Lestari Kediri, Tabanan, Jumat (31/1), divonis bersalah dan dihukum berbeda oleh majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa.
Mereka adalah terdakwa I Ketut Suwena, Ir. Anak Agung Ngurah Anom Widhiadnya, I Nyoman Poli dan Ni Wayan Sri Candra Yasa alias Ni Wayan Sri Candri Yasa yang selanjutnya disebut terdakwa 1,2,3 dan 5.
Suwena, Agung Anom dan Poli masing-masing dihukum selama setahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan penjara. Sedangkan terdakwa V, yakni Ni Wayan Sri Candri Yasa dipidana penjara selama dua tahun serta denda Rp 100 juta dua bulan penjara.
Sri Candri Yasa juga dihukum tambahan dengan pidana berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 118,8 juta. Dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi, maka harta bendanya disita dan dilelang. Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama lima bulan.
Sedangkan terdakwa IV yakni Ni Sayu Putu Sri Indrani, oleh hakim juga dihukum pidana penjara selama dua tahun dan denda 100 juta subsider dua bulan kurungan. Terdakwa juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 138.300.000,- subsider lima bulan kurungan.
Oleh hakim terdakwa dinyatakan bersalah dan terbukti melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimanatelah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo.Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya oleh JPU I Made Santiawan dkk., dituntut lebih tinggi dari vonis hakim. JPU menyatakan, berdasarkan fakta persidangan, para terdakwa tidak melakukan analisis dan penilaian pada calon kelompok peminjam atau pengusul pada pengajuan proposal SPP sehingga menyebabkan 104 proposal tersebut cair.
Selain itu terdakwa Agung Ngurah dan Nyoman Poli baru menandatangani kelengkapan persetujuan proposal pinjaman setelah dana pinjaman dicairkan.
Pada saat rapat kelembagaan BKK, mereka turut menyetujui perubahan sistem penggajian dan peminjaman dana ke LPD Mundeh. Dengan adanya persetujuan perubahan sistem penggajian menyebabkan pengurus kelembagaan BKK dan UPK DAPM Swadana Harta Lestari termasuk para terdakwa menerima uang transport atau pendapatan melebihi 75%, yang mana melanggar ketentuan dalam petunjuk teknis operasional.
“Patut diketahui Agung Anom dan Nyoman Poli merupakan anggota tim pendanaan yang sudah tentu memiliki suatu kewenangan, khususnya dalam hal melakukan penelitian terkait calon penerima kredit pada kelompok Simpan Pinjam Perempuan tersebut,” jelas JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa kala sidang beberapa waktu lalu.
Terdakwa juga dinilai memiliki jabatan atau kedudukan, maka para terdakwa memiliki kewenangan, kesempatan dan sarana yang timbul dari jabatan atau kedudukan yang semestinya dilaksanakan. Namun demikian, saat dilakukannya proses pencairan terhadap 104 proposal fiktif tersebut para terdakwa tidak menggunakan atau bahkan menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan yang sudah menjadi suatu kewajiban para terdakwa.
Terkait niat atau mens rea oleh seseorang tidak dapat ditentukan, sebab suatu niat adalah tidak berwujud dan hanya diketahui oleh orang tersebut. Namun demikian rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa, kata JPU, sebagaimana fakta-fakta dalam persidangan maupun setiap rangkaian alat bukti yang saling bersesuaian dengan barang bukti yang penuntut umum ajukan telah menggambarkan bahwa adanya satu kesatuan niat yang sama untuk melakukan tindakan yang telah merugikan keuangan negara atau tindakan koruptif yang dilakukan oleh para terdakwa. (Miasa/Balipost)