Ratusan Warga Desa Adat Jimbaran mengadu ke DPRD Bali, Senin (3/2). (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Diiringi gamelan Baleganjur, Ratusan Warga Desa Adat Jimbaran yang terdiri dari Penyakap, Waris Penyakap, Pemilik lama, Krama desa adat, dan Krama Subak yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) mengadu ke DPRD Bali, Senin (3/2).

Kedatangan warga untuk meminta bantuan anggota dewan atas permasalahan hukum terkait Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) tanah seluas 280 hektar di Jimbaran yang warga hadapi terhadap sejumlah perusahaan dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali.

Warga desa adat menduga proses perpanjangan Sertifikat HGB atas tanah tersebut dipaksakan. Sebab, ketika diperpanjang sebagian besar lahan tersebut dalam kondisi terlantar.

Oleh karena itu, mereka menuntut agar tanah yang terlantar tersebut dikembalikan kepada pemilik hak-hak lama, bukan justru diperpanjang HGB-nya. Warga desa adat diterima langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Bali, bersama anggota.

Perwakilan Kepet Adat, I Nyoman Tekat mengungkapkan sejak sebelum Indonesia merdeka, masyarakat adat Jimbaran telah menempati tanah tersebut. Sebab, tanah tersebut merupakan warisan Kerajaan Mengwi.

Baca juga:  Bandara Ngurah Rai Terpapar Abu Vulkanik Tipis, Penerbangan Masih Normal

Masyarakat di sana memproduksi palawija yang secara rutin disetorkan ke desa adat. “Di sana kami sudah ada, selanjutnya secara turun menurun sistem pembagian hasil di sana adalah bagi hasil. Kemudian kami menyetorkan kepada desa adat karena tanah tersebut dikuasai desa adat,” ujarnya.

Setelah Indonesia merdeka, lanjut Tekat, tanah tersebut diambil alih oleh negara. Pada 1994-1995 di sana telah terjadi penggusuran secara massal dan tanahnya diserahkan kepada investor lewat HGB.

Namun, hingga saat ini tanah tersebut bersertifikat HGB yang diserahkan kepada investor. Hal itu yang membuat masyarakat tidak sepakat.

Tekat mengatakan banyak masyarakat yang telah diusir dari sana dan saat ini hanya dihuni 2-3 kepala keluarga. Oleh sebab itu, masyarakat Jimbaran menduga proses perpanjangan sertifikat HGB atas lahan seluas 280 hektare itu melawan hukum.

Sebab, saat diperpanjang sebagian besar lahan tersebut dalam kondisi terlantar. Kemudian, diduga adanya penyalahgunaan SK Presiden, Menteri, dan Gubernur bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk sarana prasarana kegiatan multilateral yang diselenggarakan pada 2013. Namun, hingga saat ini di lokasi tidak ada pembangunan yang dimaksud.

Baca juga:  Jalur Penyebeh-Padpadan Tertimbun Longsor, Aktivitas Sempat Terganggu Berjam-jam

Kuasa Hukum Kepet Adat Jimbaran, I Nyoman Wirama, menceritakan bahwa pada 1994 pemerintah melakukan pembebasan lahan di Desa Adat Jimbaran dengan alasan untuk kepentingan umum. Padahal lahan tersebut sudah ditetapkan sebagai lahan terlantar oleh Badan Pertanahan Nasional. Lahan yang dibebaskan secara paksa tersebut, justru diterbitkan sejumlah Sertifikat HGB.

Penerbitan diduga melibatkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali yang menyetujui penerbitan sertifikat HGB tersebut berdasarkan pelepasan hak dari desa adat dan kelurahan, bukan berdasarkan pelepasan warga yang mendiami lahan tersebut selama puluhan tahun dan turun temurun.

Lahan yang dibebaskan tersebut hingga kini masih terlantar, sehingga warga menduga bahwa pembesan lahan bukan untuk kepentingan umum melainkan untuk kepentingan bisnis pribadi. Sebab, informasi yang beredar salah satu perusahaan melakukan kerjasama pengelolaan dan penjualan perumahan dengan perusahaan pengembang property.

Baca juga:  Mayoritas Kabupaten Laporkan Tambahan Satu Digit Warga Terpapar COVID-19

Terkait permasalahan ini, Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama akan memanggil investor tanah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali. “Kami akan segera memanggil yang disebutkan tadi, ada investor, BPN Bali, intinya begitu. Apalagi ini kan sudah masuk proses peralihan,” tandas Budiutama.

Rencananya, Budiutama memanggil seusai berkas dan dokumen yang diperlukan telah dilengkapi oleh Kepet Adat. Namun, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu dokumen tersebut.

Politisi PDI Perjuangan asal Bangli ini akan mempelajari terlebih dahulu bersama Komisi I apa saja yang diperlukan selama proses pengkajian itu. “Ya kami akan pelajari dulu dokumennya, tapi intinya kami akan segera sikapi itu,” ujarnya.

Usai mengadu ke DPRD Bali, ratusan warga Desa Adat Jimbaran menuju Kantor Pengadilan Negeri Denpasar guna mengikuti sidang perdana agenda pemanggilan pertama kasus sengketa lahan ini. (Ketut Winata/Balipost)

BAGIKAN