DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan terdakwa Perbekel atau Kepala Desa Bongkasa, terdakwa I Ketut Luki, Senin (2/3) kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Sidang dilakukan online dengan terpusat di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Namun dalam agenda sidang eksepsi yang diketuai hakim Tipikor Putu Gede Novyarta dengan hakim anggota Nelson dan Imam Santoso, sangat mengejutkan karena kuasa hukum terdakwa, yakni I Kadek Made Arta, Ida Bagus Made Tilem dkk., sesaat setelah sidang dibuka, memilih mengundurkan diri.
“Mohon maaf yang mulia. Kami kuasa hukum terdakwa dari MKA memundurkan diri per hari ini,” ucap Kadek Made Arta.
Hakim pun meminta surat pengunduran diri itu dan langsung diserahkan ke pihak majelis. Karena MKA memundurkan diri, maka hakim menunjuk kuasa hukum yang bakal mendampingi terdakwa Perbekel Bongkasa, I Ketut Luki. Yakni dari Posbakum Peradi Denpasar.
Usai sidang, Kadek Made Arta bersama IB Tilem yang sejak OTT terjadi dan terdakwa diperiksa di Krimsus Polda Bali mendampingi terdakwa mengaku kecewa dengan terkdakwa. Kecewa itu juga diakui kekecewaan terdakwa pada saat sidang perdana atau dakwaan, Rabu (22/1) lalu, yang mana saat itu terdakwa mengaku tidak ada yang mendampingi. “Padahal tim saya sudah hadir saat dakwaan itu. Ini bukti keseriusan kami dalam mendampingi klien,” sebut Kadek Arta.
Lanjut dia, pihaknya mendampingi terdakwa sejak OTT di Puspem Badung hingga pemeriksaan penyidikan di Krimsus Polda Bali. “Kita lakukan semua kewajiban kami sebagai penasihat hukum. Termasuk advise dan keinginan klien semua kita ikuti,” ucap Kadek Arta.
Dia curiga, terdakwa mendapat tekanan semacam intervensi dari rekannya di dalam dengan membandingkan kasusnya dengan kasus yang lain. “Kita sampaikan mekanisme persidangan termasuk penerapan pasal. Hadir juga di RS Trijata untuk mendampingi saat berobat. Tapi yang menjadi persoalan pada saat dakwaan lalu, yang mana terdakwa mengaku terasa tidak ada pengacara mendampingi dia. Jujur kita tidak tahu ada jadwal persidangan saat itu, dan kemudian dijadikan sebuah alasan. Padahal walau saya tidak ada, kan tim saya hadir,” sebut Kadek Arta.
Sebagai bukti bahwa pihaknya melakukan kewajiban, saat sidang dakwaan, timnya di depan persidangan juga mengajukan keberatan atas dakwaan JPU, sehingga dia memilih mengajukan eksepsi. “Nah, ketika saya dibilang tidak melakukan kewajiban inilah bagi saya merupakan suatu harga diri dan akhirnya memutuskan untuk mundur hari ini di depan persidangan,” ucap Made Arta.
Sebelumnya pada Rabu (22/1) lalu, Perbekel atau Kepala Desa Bongkasa, I Ketut Luki, didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar. Pria beralamat di Banjar Tanggayuda Bongkasa, Desa Bongkasa, Abiansemal, itu sebelumnya di-OTT petugas Polda Bali.
JPU Made Edy Setiawan, Ni Luh Oka Ariani Adikarini, Agung Gede Lee Wisnhu Diputera, dkk, membacakan peristiwa yang dilakukan terdakwa di hadapan majelis hakim tipikor yang diketuai Putu Gede Novyarta dengan hakim anggota Nelson dan Imam Santoso.
Sesuai dakwaan, Perbekel Luki memang bernasib apes. Hanya karena uang Rp 20 juta, dia terancam hukuman minimal empat tahun penjara karena JPU dari Kejati Bali mendakwa terdakawa dengan pasal 12. Persisnya, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaima yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan huruf g pasal dan UU yang sama. Dalam UU tersebut, ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan minimal 4 tahun. Jaksa dalam surat dakwaaan menjelaskan, Luki selalu Perbekel Bongkasa diangkat berdasarkan Keputusan Bupati Badung 24 Mei 2022.
Apesnya, pada Selasa 5 November 2024 sekitar pukul 10.25 Wita, bertempat di areal parkir utara Kompleks Pusat Kantor Pemerintah Kabupaten Badung, Jalan Raya Sempidi, untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam hal ini menguntungkan diri terdakwa I Ketut Luki, secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
Yakni, terdakwa dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dalam hal ini memaksa saksi Kadek Dodi Stiawan, S.Ars selaku Direktur CV. Wana Bhumi Karya yang melaksanakan Pembangunan Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kutaraga, Desa Bongkasa.
Dijelaskan JPU, bahwa terdakwa meminta Rp.20 juta pada saat mengajukan pencairan termin kedua pelaksanaan kegiatan tersebut. Diuraikan lebih dalam, pada 2024 Desa Bongkasa mendapatkan dana BKK dari APBD Induk Pemkab Badung Tahun Anggaran 2024 sejumlah Rp.22.545.377.407,00 untuk berbagai kegiatan di sana, termasuk parkir, wantilan dan pura.
Ketika pembangun Pura Desa dan Puseh Desa Adat Kutaraga, Desa Bongkasa, terdakwa selaku Perbekel membentuk TPK. Komang Agus Ginarta selaku ketua, I Wayan Suaba (Sekretaris), (Kelihan Dinas Kutaraga), ada juga nama Warta, Neka, Siplin, Sukayana dan Arisana.
Untuk dua pura itu, pagu anggaran Rp.2.471.842.000,00 dan pemenang lelang adalah CV. Wana Bhumi Karya. Selanjutnya dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian/Kontrak Kerja
dengan direkturnya Kadek Dodi Stiawan, S.Ars dengan terdakwa selaku Kepala Desa Bongkasa dengan nilai kontrak dari pembangunan Pura Desa dan Puseh Desa Adat Kutaraga, senilai Rp.2.414.600.800,00.
Pada 8 Agustus 2024 CV. Wana Bhumi Karya mengajukan permohonan pembayaran termin I Rp.603.650.200., setelah pekerjaan 25% kepada saksi I Made Terpi Astika selaku Kasi Kesra. Namun saat diajukan, terdakwa mengatakan “nden malu”. Pada 19 Agustus 2024, terdakwa menghubungi Terpi Astika dan mengatakan terhadap pengajuan permohonan pembayaran termin I dari CV. Wana Bhumi Karya sudah dapat dicairkan dan diserahkan ke Kaur Keuangan/Bendahara Desa Bongkasa yaitu saksi Gusti Putu Yatimardika.
Hal yang sama terjadi pada pembayaran termin II setelah progres 50 persen. Komisaris CV. Wana Bhumi Karya, Ni Luh De Widyastuti, menelepon terdakwa untuk menanyakan sejauh mana perkembangan pengajuan permohonan pembayaran termin II. Jawaban terdakwa ”Sube diproses”. Tetapi setelah dicek ke bendahara, ternyata belum diproses. Saksi kembali nelpon terdakwa dan dijawab “Sing ngidang bantu bapak ne? Karna bapak membangun jumah, pang ade anggo meli bata”. Saksi menjawab ”Nah, yang penting ngidang cair”. Singkat cerita ditransfer Rp.534.312.002, setelah dipotong pajak.
5 November 2024, Kadek Dodi Stiawan, selaku Direktur melakukan penarikan bersama saksi Ni Luh De Widyastuti, S.Pi., di Sempidi. Dodi Stiawan, bertanya di mana dapat menyerahkan uang tersebut. Terdakwa mengatakan agar bertemu di daerah Abiansemal. Saksi tidak bisa, namun dia minta anak buahnya menyerahkan uang Rp 20 juta yakni bernama I Putu Gede Widnyana alias Gembrong. Dialah yang kemudian menelpon terdakwa dan menyerahkan uang tersebut pada terdakwa. Lalu, polisi Krimsus Polda Bali menangkapnya di areal Puspem Badung. (Miasa/Balipost)