John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Pameo ganti menteri, ganti kebijakan rupanya masih berlaku. Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Didaksmen) berencana menerapkan pendekatan Deep Learning (DL) alias Pembelajaran Mendalam, meskipun ditegaskan bahwa, pendekatan itu bukan untuk menggantikan Kurikulum Merdeka. Dalam hemat penulis, apa pun kreativitas dan inovasi yang dibawa oleh menteri baru, sejauh dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat tak perlu mempermasalahkannya sebelum mempelajari niat baik di balik kebijakan baru tersebut.

Dari istilahnya saja DL terdengar  menjanjikan. Setidaknya ia membawa semangat antitesis dari pembelajaran dangkal, asal jalan, kejar target, kepada pembelajaran sebagai upaya yang serius, terencana dan terukur.

Asal-usul “Deep Learning”

Asal-usul DL alias pembelajaran mendalam dapat kita telusuri hingga perkembangan awal dalam bidang saraf manusia dan ilmu komputer. Tokoh-tokoh kunci dari konsep DL antara lain Walter Pitts dan Warren Mcculloch (1943). Keduanya menciptakan model jaringan saraf otak manusia dan mengenalkan “logika ambang batas” untuk mensimulasi proses kofnitif melalui fungsi matematika.

Belakangan, Geoffrey Hinton, David Rumelhart, dan Ronald Williams (1986) dianggap sebagai tiga periset yang mempopulerkan algoritma backpropagation dalam sebuah makalah di 1986. Algoritma ini memungkinkan pelatihan jaringan saraf multi-lapisan yang efektif dengan meminimalkan kesalahan melalui metode penurunan gradien.

Baca juga:  Kurikulum Merdeka, Kurikulum Opsional 2022

DL kembali berkembang melalui kontribusi dari berbagai peneliti sepanjang akhir abad ke-20 hingga abad ke-21. Kombinasi peningkatan daya komputasi, kumpulan data besar, dan algoritme inovatif telah menghasilkan terobosan di berbagai bidang seperti visi komputer, pemrosesan bahasa alami, dan pengenalan suara.

DL telah mengalami kemajuan signifikan selama dekade terakhir, terutama dalam penerapannya di berbagai domain seperti ilmu material, visi komputer, pemrosesan bahasa alami, dan banyak lagi. Kemajuan ini didorong oleh peningkatan algoritma, peningkatan daya komputasi, dan ketersediaan kumpulan data yang besar.

Belakangan ini semkin kuat keyakinan bahwa, metode DL dapat berkontribusi mengurangi kesenjangan pendidikan di Indonesia, terutama antara daerah perkotaan dan wilayah pedesaan. Penerapan algoritme pembelajaran mendalam ini dapat membantu menciptakan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dan yang memenuhi kebutuhan unik siswa dari berbagai latar belakang. Dengan menganalisis data kinerja siswa, sistem pembelajaran mendalam dapat mengidentifikasi kesenjangan dalam pengetahuan dan ketersediaan sumber daya yang sesua untuk membantu setiap siswa berhasil. Cara ini justru mempromosikan prinsip kesetaraan dalam pendidikan.

Baca juga:  Turun, Jumlah Siswa SMA Kurikulum Merdeka Diterima lewat SNBP

Integrasi DL ke dalam kurikulum memungkinkan pengembangan sistem bimbingan belajar cerdas yang juga dapat membantu guru dalam memberikan pengajaran yang lebih efektif. Sistem ini dapat menganalisis interaksi siswa dan memberikan umpan balik langsung, sehingga memungkinkan pendidik untuk menyesuaikan strategi pengajaran mereka dengan situasi nyata. DL mendorong pergeseran dari cara belajar hafalan menuju pembelajaran yang lebih berbasis inkuiri. Dengan menggabungkan proyek yang membutuhkan pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah, siswa akan lebih siap menghadapi kompleksitas tenaga kerja modern.

Mengingat dunia industri semakin bergantung pada kecerdasan buatan dan teknologi pembelajaran mesin, sangat penting bagi siswa untuk mengembangkan kompetensi di bidang ini. Mengintegrasikan DL ke dalam kurikulum Merdeka Belajar akan menyiapkan siswa Indonesia untuk memasuki pasar kerja masa depan dengan berbagai bekal keterampilan yang relevan. Pendekatan proaktif ini memastikan bahwa lulusan tidak hanya berpengetahuan luas tetapi juga mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi.

Baca juga:  Pindah Ibu Kota, Revolusi Standar Waktu

DL dapat merevolusi metode penilaian dalam sistem pendidikan Indonesia dengan memberikan evaluasi kinerja siswa yang lebih bernuansa. Tes standar tradisional sering gagal menangkap berbagai kemampuan siswa; Namun, model DL diandaikan dapat menganalisis berbagai bentuk data (seperti pekerjaan proyek, partisipasi, dan keterlibatan online) untuk memberikan pandangan komprehensif tentang kemampuan siswa.

Salah satu keunggulan paling signifikan dari deep learning adalah kemampuannya untuk memproses dan menganalisis data dalam jumlah besar dengan tingkat akurasi yang tinggi. Neural networks, yang merupakan inti dari DL, dirancang untuk mengenali pola-pola kompleks dalam data. Hal ini memungkinkan model-model deep learning untuk memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan metode machine learning tradisional. Misalnya, dalam aplikasi pengenalan wajah atau deteksi objek, DL sudah terbukti lebih efektif karena dapat menangkap nuansa dan detail yang mungkin terlewat oleh algoritma lain. Semua alasan di atas, menjadi dasar pertimbangan bagi Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk secara serius menerapkan pendekatan DL.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *