![Rekrutmen, Moratorium Atau Pemecatan 1](https://www.balipost.com/wp-content/uploads/2020/07/balipostcom_rekrutmen-moratorium-atau-pemecatan_01-696x464.jpg)
Oleh Nyoman Sukamara
PARQ (Kampung Rusia) Ubud, kawasan seluas 4,5 ha, yang sudah beroperasi selama 5 tahun tiba-tiba ditutup karena alasan pelanggaran peraturan daerah (Perda). Di Tangerang, Pagar Laut sepanjang 30 km lebih yang sudah berdiri beberapa tahun tiba-tiba dibongkar, ratusan SHG dan SHGB yang menyertainya dibatalkan.
Kasus ini menimbulkan beragam kerugian pihak yang terlibat dan telah menggerus kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dan Negara. Kedua kasus ini (juga banyak kasus lain) adalah bentuk kegagalan implementasi kebijakan pelayanan publik.
Kegagalan implementasi kebijakan publik disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Kebijakan yang secara substansial tidak tepat. Ketidaktepatan kebijakan diakibatkan kegagalan sebuah kebijakan mengakomodir sekaligus mengembangkan potensi interinsik dan lingkungan kebijakan, tidak konsisten dan sinergis secara horizontal maupun vertikal. Kegagalan ini bermuara pada munculnya kebijakan yang tidak kontekstual yang berpotensi memicu munculnya pelanggaran oleh kelompok lapisan terbawah maupun oleh kelompok lapisan teratas masyarakat.
Kedua, Ketidaklengkapan perangkat implementasi kebijakan. Kebijakan yang baik secara substansial saja belum cukup. Substansi kebijakan yang tepat seharusnya dijabarkan ke dalam seperangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap, konsisten dan detil, yang tidak multi tafsir sebagai pedoman implementasi.
Perangkat kebijakan biasanya dimulai dalam bentuk Undang-Undang atau Perda yang dijabarkan ke dalam bentuk peraturan (teknis) pelakasanaannya. Ketiga, ketiadaan dukungan sumber daya implementasi yang memadai, terutama sumber daya manusia (SDM) para pihak yang terlibat. Sekali lagi sebuah kebijakan seharusnya kontekstual, bukan sesuatu bersifat teoritis dan idealis, berada di antara dan untuk menuju kondisi ideal. Kebijakan tidak cukup mengatur, tapi juga harus mampu mengedukasi para pihak untuk mampu mengimplementasi kebijakan.
Gagal Belajar
Mustahil Pemerintah menghasilkan sebuah kebijakan yang ideal, tanpa cela. Untuk mengatasinya dibutuhkan intervensi integritas profesi. Ketiadaan integritas profesi mengakibatkan intervensi berubah menjadi upaya pembenaran sebuah pelanggaran dan sering melalui tindakan korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Tanpa mengecilkan peran faktor lainnya, Integritas pelaku adalah faktor kunci implementasi kebijakan pelayanan publik.
Penutupan Parq Ubud, pembongkaran Pagar Laut bahkan disertai pembatalan SHM dan SHGB, tidak hanya menunjukkan kegagalan implementasi, tetapi mengindikasikan pelanggaran hukum yang diakibatkan oleh intervensi tanpa integritas profesi. Pertama dan terutama pihak yang menerbitkan izin. Seharusnya, apapun risiko jabatannya, peran birokrat adalah menjalankan peraturan. Dalam dua kasus ini, pejabat seharusnya mengelola pelanggaran dengan mengedukasi termasuk memberikan gambaran potensi risikonya alih-alih menerbitkan izin dan menghadapi risiko ektrem sebagaimana hari ini.
Integritas dalam birokrasi merujuk pada nilai-nilai kejujuran, keadilan, transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam pengelolaan pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik. Praktik nilai-nilai ini akan mewujud perilaku menghindari konflik kepentingan, menjaga kerahasiaan informasi, menghormati prosedur dan peraturan, menghindari korupsi dan penyalahgunaan wewenang, berperilaku objektif dan tidak diskriminatif (Menpan RB). Dengan pemahaman di atas, semakin jelas nihilnya integritas profesi(onal) berbagai pihak: Investor, pihak pemberi izin, bahkan juga tergambar ketidakhadiran integritas sebagian atau sekelompok masyarakat, setidaknya sebagai pengontrol. Sebaliknya para pihak melakukan tindakan atas dasar keuntungan atau kepentingan pribadi dan mengabaikan peraturan yang berlaku.
Dua kasus ini menunjukkan kegagalan birokrasi dan profesional belajar dari kasus-kasus sejenis sebelumnya. Kasus yang sama terjadi berulang, bahkan dalam skala lebih besar dan di hampir semua bidang. Kita dapat mencurigai yang sebaliknya, berbagai kasus adalah inspirasi dan pelajaran untuk memunculkan pelanggaran dan kejahatan birokrasi berikut yang lebih besar, lebih terorganisasi rapi, sistemik dan dilindungi oleh sistuasi saling sandera di berbagai level.
Membagun integritas profesi adalah bagian membangun manusia. Membangun manusia bukan hanya tugas pemerintah tetapi tugas seluruh komponen bangsa, mulai pemerintah, keluarga bahkan setiap pribadi. Kegagalan, apalagi tidak pernah dengan sungguh-sungguh membangun manusia, tidak akan membawa Indonesia ke mana-mana, tetapi berjalan di tempat disalip negara-negara tentangga. Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045 akan tetap sebagai cita-cita, atau sekadar retorika.
Penulis, Pensiunan ASN Provinsi Bali