![Djoko Subinarto](https://www.balipost.com/wp-content/uploads/2020/11/balipostcom_netralitas-asn-dalam-pilkada_01-696x464.jpg)
Oleh Djoko Subinarto
Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS pada Senin (6/1) silam. Masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS ini tentu saja membawa beberapa keuntungan besar namun sekaligus melahirkan sejumlah risiko dan tantangan yang tidak kecil.
BRICS adalah akronim untuk kelompok negara berkembang utama yang mencakup Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Gagasan awal pembentukan BRICS pertama kali diapungkan pada awal 2000-an oleh Jim O’Neill, seorang ekonom di Goldman Sachs – perusahaan global terkemuka dalam bidang perbankan investasi, sekuritas, dan manajemen investasi.
O’Neill waktu itu menciptakan istilah “BRIC” dalam laporan tahun 2001 bertajuk “Building Better Global Economic BRICs”. Laporan tersebut menyoroti potensi Brasil, Rusia, India, dan China untuk menjadi kekuatan ekonomi global dominan karena jumlah populasinya yang besar, pertumbuhan ekonomi yang pesat, serta pengaruh signifikan di kawasan masing-masing.
BRICS akhirnya mewujud ketika menteri luar negeri Brasil, Rusia, India, dan China bertemu di sela-sela Sidang Umum PBB pada tahun 2006. Saat itu, mereka membahas kemungkinan memperdalam kerja sama di antara negara-negara mereka untuk mengatasi tantangan bersama dalam ekonomi global maupun politik internasional.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS pertama diadakan di Yekaterinburg, Rusia, pada Juni 2009. KTT ini menandai awal dialog dan kerja sama yang terstruktur di antara negara-negara anggota. KTT ini berfokus pada reformasi lembaga keuangan internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, untuk memberikan lebih banyak representasi kepada negara-negara berkembang.
Pada Desember 2010, Afrika Selatan diundang untuk bergabung, sehingga menambah jumlah negara, selain juga memperluas keragaman geografis dan ekonomi kelompok ini.
Seiring perjalanan waktu, BRICS mulai menjadi salah satu pemain kunci dalam tata kelola dunia. Betapa tidak. BRICS mewakili setidaknya 40 persen populasi dunia dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian global.
Meskipun negara-negara anggota menghadapi tantangan seperti sistem politik dan prioritas ekonomi yang berbeda, BRICS tetap menjadi simbol pergeseran menuju tatanan dunia multipolar. Berbagai inisiatifnya bertujuan menyediakan alternatif bagi lembaga-lembaga yang selama ini didominasi Barat, di samping juga bertujuan untuk menciptakan lanskap global yang lebih seimbang.
Keuntungan bagi Indonesia
Menjadi anggota BRICS tentu saja membawa sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Keuntungan itu mencakup antara lain hal-hal berikut. Pertama, diversifikasi ekonomi dan perdagangan. Bergabung dengan BRICS bakal membuka akses lebih luas bagi Indonesia ke pasar negara-negara anggota lainnya. Dengan populasi gabungan yang mewakili lebih dari 40 persen penduduk dunia, BRICS memberikan peluang besar bagi ekspor Indonesia, terutama di sektor energi, pertanian, dan manufaktur.
Kedua, peningkatan investasi asing. Negara-negara BRICS memiliki potensi untuk meningkatkan investasi di Indonesia, terutama di sektor infrastruktur, teknologi, dan energi terbarukan. Investasi ini dapat membantu Indonesia mempercepat pembangunan nasionalnya.
Ketiga, alternatif pembiayaan internasional. Melalui New Development Bank (NDB) yang didirikan oleh BRICS, Indonesia bakal memiliki akses ke sumber pembiayaan alternatif yang dapat mendukung proyek-proyek strategis tanpa terlalu bergantung pada lembaga keuangan Barat seperti Dana Moneter Internasional maupun Bank Dunia.
Keempat, penguatan posisi geopolitik. Keanggotaan Indonesia dalam BRICS memberikan platform bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih besar dalam percaturan geopolitik global. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dapat memperkuat pengaruhnya bukan cuma di level regional, tetapi juga di level global.
Meski demikian, masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS bukan tanpa risiko. Kerja sama ekonomi yang lebih erat dengan negara-negara BRICS dapat meningkatkan ketergantungan Indonesia pada pasar mereka. Ketergantungan ini bisa menjadi bumerang jika terjadi ketidakstabilan ekonomi di salah satu negara anggota.
Risiko lainnya yaitu potensi ketegangan diplomatik. Dengan bergabung menjadi anggota BRICS, bisa saja menimbulkan gesekan diplomatik dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, yang mungkin melihat langkah ini sebagai ancaman terhadap dominasi dolar AS.
Jika BRICS berhasil menciptakan mata uang baru, misalnya, Indonesia juga harus menghadapi tantangan teknis dan logistik dalam mengadopsi rezim mata uang baru ini, yang tak menutup kemungkinan dapat mempengaruhi stabilitas keuangan domestik.
Negara-negara anggota BRICS sejauh ini memiliki tingkat perkembangan ekonomi yang berbeda. Indonesia perlu pula memastikan bahwa kepentingannya tidak akan terpinggirkan oleh negara-negara besar seperti China dan India.
Dihadapkan dengan sejumlah keuntungan dan risiko tersebut, maka Indonesia kini memiliki sejumlah tantangan yang mau tidak mau harus mampu diatasi. Tantangan pertama adalah bagaimana melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi. Indonesia harus mampu menyesuaikan kebijakan ekonomi domestiknya agar selaras dengan visi dan misi BRIC, yang mencakup penyesuaian di sektor keuangan, perdagangan, dan investasi.
Tantangan kedua yakni meningkatkan daya saing. Untuk memanfaatkan peluang di pasar BRICS, Indonesia harus pula meningkatkan daya saing produk-produknya, baik dari segi kualitas maupun harga. Hal ini membutuhkan reformasi di sektor industri dan pengembangan sumber daya manusia.
Tantangan ketiga berupa kestabilan politik domestik. Keanggotaan dalam BRICS membutuhkan komitmen jangka panjang. Stabilitas politik domestik menjadi prasyarat agar Indonesia dapat memaksimalkan manfaat dari kerja sama dengan negara-negara anggota BRICS.
Adapun tantangan terakhir adalah koordinasi antar kementerian. Pemerintah Indonesia perlu memastikan koordinasi yang kuat antar kementerian dan lembaga terkait untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mendukung keanggotaannya di BRICS.
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS bisa dinilai sebagai langkah strategis yang bisa membawa peluang besar sekaligus risiko dan tantangan yang kompleks bagi negara kita.
Di satu sisi, dengan memanfaatkan peluang diversifikasi ekonomi, akses pembiayaan alternatif, dan peningkatan posisi geopolitik, Indonesia dapat memperkuat perekonomian nasionalnya.
Penulis, kolumnis dan bloger