Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) di Buleleng tahun ini dipangkas. Semula Buleleng dapat Rp 1,7 miliar, tahun ini dialokasikan hanya Rp 300 juta. Petani pun mengeluh karena mereka tidak lagi mendapat bantuan pupuk yang biasnaya dibeli dari jatah dana DBH-CHT tersebut. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Petani tembakau di Buleleng resah karena Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) 2018 dipangkas dari tahun sebelumnya. Petani biasnya mendapat bantuan pupuk dari sumber dana itu, tetapi pengadaan pupuk sekarang terpaksa dihilangkan.

Kondisi ini memicu petani banyak yang batal menanam tembakau di musim tanam 2018. Keluhan itu terungkap dalam musyawarah harga tembakau Jumat (27/4) di ruang rapat Dinas Pertanian (Distan) Buleleng Jalan Ahmad Yani, Singaraja. Musyawarah menghadirkan belasan perwakilan petani dengan pihak perusahaan mitra kerja PT. Gudang Garam dan difasilitasi Bidang Perkebunan Distan Buleleng.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tembakau Indoensia (APTI) Buleleng Putu Oka mengatakan, setap tahun pemerintah mengalokasikan DBH-CHT ke daerah yang kemudian dimasukan dalam dokumen APBD 2018.

Tahun ini, Buleleng mednapat jatah DBH-CHT sebesar Rp 3,3 miliar. Setelah dana yang masuk APBD, dirinya mengaku tidak pernah dilibatkan saat pembahasan pemanfaatan dana yang disumbangkan para petani itu sendiri. Tiba-tiba saja, dirinya mengetahui DBH-CHT tahun ini dialokasikan untuk budi daya tembakau senilai Rp 300 juta. Sisanya, sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk bidang kesehatan.

Baca juga:  Tiga Kecamatan di Gianyar Kehabisan Jatah Pupuk NPK Bersubsidi

Dibandingkan tahun lalu dimana DBH-CHT dikembalikan ke petani mencapai Rp 1,7 miliar, sehingga di tahun ini petani menilai pemerintah mengembalikan dana kepada petani hanya sebagian kecil-nya saja. Dia mengaku tidak mengetahui jelas alasan mengapa petani diberi jatah dana yang minim. “Dari pembahasan tidak pernah melibatkan petani. Kami sendiri baru tahu kalau tahun ini hanya sebagian kecil untuk petani dan kebanyakan dana itu untuk bidang kesehatan,” katanya.

Atas kondisi kondisi ini, mantan Kepala SDN 1 Baktiseraga ini mengaku segara akan berkoordinasi dengan pengurus APTI dan kelompok petani tembakau di daerah. Pihaknya merencanakan akan mengadukan hal ini kepada DPRD Buleleng agar dicarikan jalan keluarnya. Ini karena jatah DBH CHT sangat membantu petani karena dana tersebut petani mendapat jatah pupuk untuk budi daya tanaman di tahun ini dan mendukung operasional pengeringan tembakau ketika masa panen mendatang.

Baca juga:  Petani Harapkan Pabrik Kopi Mengani Beroperasi Kembali

“Sekarang pupuk tidak ada lagi karena dana DBH-CHT dipangkas, sehingga petani pun putus asa dan batal menanam. Kami akan smapaikan masalah ini kepada DPRD dan berharap ada fasilitas agar dana yang kita sumbangkan itu porsinya lebih besar dikembalikan kepada petani,” jelasnya.

Senada diungkapkan Sekretaris DPD APTI Bali Agung Adnyana. Dia mengatakan, pemerintah daerah mengikuti amanat Peraturan Mentri Keuangan (Permenkeu) No. 222/PMK.07/2017 tentang Penggunaan Pemantauan dan Eveluasi DBH-CHT. Dari regulasi ini diatur bahwa DBH-CHT minimal 50 persen dikembalikan kepada petani tembakau. Dari bunyi klausul pasal tersebut, pihaknya mengaku heran karena ada instanasi yang tidak menghasilkan DBH-CHT, namun mendapat posri dana yang besar. Sebaliknya, penghasilnya sendiri (petani tembakau-red), diberikan sebagian kecilnya saja.

Baca juga:  Kemarau Picu Penurunan Debit Air Irigasi

Disisi lain Agung mengatakan, karena kucuran DBH-CHT yang minim, maka bantuan pupuk kepada petani terpaksa tidak direalisasikan. Padahal, biaya pembelian pupuk untuk budi daya tembakau sangat membantu. Meskipun jatahnya minim, dana yang diterima itu dialokasikan untuk pembelian cangkang kemiri untuk bahan bakar omprongan (oven) pengering tembakau, pelaksanaan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT), dan pengadaan pestisida dan fungisida.

“Karena petani baru tahu tidak dapat bantuan pupuk dari DBH-CHT ini, beberapa petani batal menanam. Jatah dana yang dialokasikan itu hanya untuk bantuan bahan bakar cangkang kemiri Rp 150 juta dan sisanya untuk pembelian pestisida dan fungsisida termasuk operasional SL-PHT,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *