Suasana perkuliahan di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Kamis (8/8/2019). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, terutama di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dikhawatirkan memicu kenaikan uang kuliah. Sejumlah mahasiswa mengungkapkan kekhawatiran akan naiknya biaya kuliah ini, Kamis (13/2).

Mahasiswa Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Cokorda Gede Ari Dananjaya (21) mengatakan efisiensi anggaran memiliki sisi positif. Di antaranya, pemerintah bisa fokus pada perbaikan sekolah dan pemberian makanan gratis bagi siswa SD hingga SMA.

Namun, ia menilai kebijakan tersebut tidak seharusnya membebankan mahasiswa. “Dari keluarga yang kurang mampu keputusan ini kemungkinan akan memberikan dampak ynag sangat signifikan bagi mereka,” ungkapnya.

Senada disampaikan Devina Rega Saputri (22), mahasiswa Universitas Jember. Ia menilai kebijakan efisiensi anggaran ini berpotensi menggagalkan mimpi banyak keluarga untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang kuliah.

“Bagi mahasiswa seperti saya yang berasal dari keluarga menengah ke bawah tentunya rencana kenaikan uang kuliah ini akan sangat memberatkan ke depannya dan orangtua yang memiliki mimpi menyekolahkan anaknya hingga jenjang kuliah akan pupus seketika jika rencana kenaikan yang kuliah ini terealisasikan,” ujarnya.

Baca juga:  Blusukan di Pasar Badung, Paket Amerta Lakukan Ini

Ia juga menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran yang menyebabkan banyaknya tenaga kerja dirumahkan. Sehingga mahasiswa yang kuliah sambil bekerja turut merasakan tekanan yang lebih besar.

Made Ega Dhurandhara Gautama (20), mahasiswa Universitas Udayana, juga mempertanyakan transparansi pemerintah terkait rencana ini. Menurutnya, efisiensi anggaran seharusnya tidak berarti membebani mahasiswa dengan biaya tambahan.

“Jika uang kuliah dinaikkan tanpa ada peningkatan kualitas pendidikan yang sebanding, tentu ini akan menjadi beban besar bagi mahasiswa, terutama dari keluarga yang kurang mampu. Banyak dari kami sudah berjuang keras untuk membiayai kuliah, dan kebijakan ini bisa memperburuk keadaan,” jelasnya.

Ia menambahkan, kenaikan biaya kuliah berisiko memperlebar kesenjangan pendidikan di Indonesia, di mana hanya kalangan tertentu yang dapat mengakses pendidikan tinggi.

Luh Nik Sutri Arthati (20), mahasiswa Universitas Mahasaraswati Denpasar, menyampaikan bahwa kenaikan uang kuliah sangat tidak adil, mengingat belum semua kampus di Indonesia memiliki fasilitas yang memadai. “Biaya kuliah sudah menjadi tantangan besar bagi mahasiswa, apalagi jika ditambah dengan kenaikan. Belum lagi bagi mahasiswa perantauan yang harus menanggung biaya hidup. Ini akan semakin menyulitkan,” ujarnya saat dihubungi via WhatsApp.

Baca juga:  Kenali Gejala Vertigo dan Pencegahannya

Para mahasiswa sepakat bahwa pemerintah perlu lebih transparan dan matang dalam mengambil keputusan terkait efisiensi anggaran. Mereka berharap kebijakan ini tidak memberatkan mahasiswa, terutama dari keluarga menengah ke bawah, dan tetap memastikan bahwa pendidikan tinggi dapat diakses oleh semua kalangan.

“Harapan kami sederhana, pemerintah tidak gegabah dalam mengeluarkan kebijakan ini. Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Semoga sistem pendidikan di Indonesia semakin membaik dan tetap terjangkau bagi semua,” tutup Devina.

Sebelumnya, dikutip dari Kantor Berita Antara, Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro menyebutkan terdapat kemungkinan terjadinya kenaikan uang kuliah yang ditimbulkan dari efisiensi anggaran pemerintah. Dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu, (12/2), Menteri Satryo memaparkan terdapat sejumlah anggaran bantuan operasional ke perguruan tinggi yang menjadi subjek efisiensi anggaran, di antaranya dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang mengalami efisiensi sebesar 50 persen dari pagu awal sejumlah Rp6,018 triliun.

Baca juga:  Kumulatif Kasus COVID-19 Bali Lampaui 14.000 Orang, Korban Jiwa Harian Bertambah 4 Kali Lipat dari Sehari Sebelumnya

“Ini merupakan program bantuan langsung kepada perguruan tinggi, karena kalau mereka juga kena efisiensi, ada kemungkinan perguruan tinggi akan mencari tambahan dana untuk pengembangan, dan kalau tidak ada opsi lain terpaksa menaikkan uang kuliah,” katanya.

Satryo memaparkan dana bantuan langsung lain yang menjadi subjek efisiensi adalah dana Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum (BPPTNBH), yang terkena pemangkasan sebesar 50 persen dari pagu awal sejumlah Rp2,37 triliun.

Selanjutnya, dana Program Revitalisasi PTN (PRPTN) yang terkena pemangkasan sebesar 50 persen dari pagu awal sejumlah Rp856 miliar, juga dana bantuan Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT) dan dana bantuan kelembagaan PTS yang nilai efisiensinya sebesar 50 persen dari pagu awal masing-masing Rp250 miliar dan Rp365 miliar.

Dalam hal ini, Menteri Satryo telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk dapat mengembalikan sebagian anggaran bantuan langsung ini untuk kembali ke pagu awalnya, agar perguruan tinggi tak perlu menaikkan uang kuliah kepada mahasiswa. (Andin Lyra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *